Indra Sjafri lahir di Lubuk Nyiur, Batang Kapas, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada 2 Februari 1963. Indra merupakan mantan pemain sepak bola yang pernah membela PSP Padang pada tahun 1980-an, dan juga pernah menangani klub sepak bola dari ibukota provinsi Sumatera Barat itu sebagai pelatih. Ia juga pernah bekerja sebagai pegawai kantor pos.
Prestasi
Indra Sjafri juga berhasil membawa timnas junior merebut trofi juara pada turnamen sepak bola tingkat Asia yaitu pada HKFA U-17 dan HKFA U-19 di Hongkong. Sebelum menjadi pelatih timnas junior, Indra bertugas sebagai instruktur dan pemandu bakat di PSSI sejak Mei 2009.
Pada 22 September 2013, Indra Sjafri sukses membawa Timnas Indonesia U-19 menjuarai Turnamen Kejuaraan Remaja U-19 AFF 2013 setelah di final mengalahkan tim kuat Vietnam dalam pertandingan dramatis yang berujung adu penalti di mana tim Indonesia menang dengan skor 7-6 setelah bermain imbang 0-0 hingga perpanjangan waktu. Gelar juara ini merupakan gelar pertama Indonesia sejak 22 tahun terakhir dimana Indonesia tak pernah meraih satupun gelar juara baik di level Asia Tenggara maupun level yang lebih tinggi.
Kualifikasi Kejuaran AFC U-19. Pada pertandingan terakhir Grup G di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada tanggal 12 Oktober 2013, anak asuh Indra Sjafri mengalahkan juara 12 kali Piala Asia U-19, Korea Selatan dengan skor akhir 3-2, sehingga meloloskan tim tersebut lolos ke putaran final Kejuaraan U-19 AFC 2014.
Peringkat 4 di Penyisihan Grup putaran final Kejuaraan U-19 AFC 2014 di Myanmar Oktober 2014 (sumber: id.Wikipedia.org/wiki/Indra_Sjafri).
Sungguh suasana yang sulit untuk menerjemahkan hati yang berkecamuk. Hingga resume itu yang keluar. Yang mungkin pantas mewakili.
Ada yang lebih dahsyat dari sekedar sepakbola. Lihatlah tingkah anak asuh Indra Sjafri ketika harus diganti. Dapat dipastikan mereka mencium tangan pelatihnya. Seleberasi pun dirayakan dengan melakukan gerakan sujud syukur. Sesungguhnya Sang Pelatih mengajarkan akhlak dan budi baik yang kering dalam lautan sepakbola Indonesia.
Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang besar bila masih memberikan penilaian hanya dengan melihat hasil sesaat (semu). Inikah balasan untuk seorang Anak Bangsa yang telah menggelorakan sepakbola tanah air? Padahal revolusi ini baru saja dimulai.
Kita membutuhkan ketua PSSI yang keras kepala yang akan berujar: saya akan memberikan kesempatan lagi. Masih terlalu pagi. Mentaripun belum Nampak!
Apakah saya bangun kesiangan?