Lebih jauh Suharno menjelaskan bahwa pemikiran yang jernih dari Ketum perlu kita dorong, setidaknya bagaimana kalau kita membangun hotel yang besar di Jakarta adalah milik IKG dan pemerintah daerah menyediakan tanahnya, pendapatannya pun kembali ke Gunungkidul, tidak perlu saudara IKG urunan tapi pendapatannya itu untuk kesejahteraan Gunungkidul.
"Maka cita-cita ini akan tercapai hanya dengan kebersamaan, antara bagaimana membangun Gunungkidul bisa melalui Jakarta, disitulah Gunungkidul akan sejahtera. Tatkala bapak/ibu berurunan membangun atau membantu, itu sangat luar biasa nilai gotongroyongnya, tetapi alangkah baiknya kalau punya pendapatan yang dikelola atas kerjasama dg Pemerintah Daerah, asetnya Pemda, investornya IKG, Insya Allah kita akan bersama sejahtera di Jakarta sejahtera di Gunungkidul,"imbuhnya.
Sekda Provinsi DIY yang diwakili Kepala Banhubda DIY, Nugroho Ningsih menyampaikan bahwa eksistensi selama 52 tahun merupakan wujud soliditas IKG yang menaungi warga Kab. Gunungkidul. IKG telah mampu menunjukkan komitmennya "ngumpulke balung pisah" warga Kab. Gunungkidul di tanah rantau, dalam hal ini di Jakarta dan sekitarnya.
"Pagelaran wayang kulit utk memperingati HUT IKG ke 52 menjadi bukti komitmen IKG dalam nguri-uri kabudayan, dalam wayang sejatinya kita bisa bercermin tentang kehidupan untuk dijadikan laku mulat sariro seperti yang selalu dicontohkan oleh sosok Semar yang melambangkan teladan kehidupan. Seperti halnya lakon Wisanggeni Gugat yang dikenal juga sebagai Ajinarantaka yang dikisahkan, Bambang Wisanggeni adalah tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam wiracarita Mahabarata, atau bisa dikatakan Wisanggeni adalah tokoh asli ciptaan pujangga Jawa. Eksistensi Wisanggeni dapat dikatakan melengkapi khasanah budaya pewayangan yang berpangkal pada epos mahabaratha.Wisanggeni adalah tokoh istimewa dalam pewayangan jawa yang dikenal sebagai sosok pemberani, tegas dalam bersikap serta mempunyai kesaktian luarbiasa," jelasnya.
Lebih jauh Sekda menjelaskan, sama halnya dengan lakon lain, Wisanggeni Gugat sebenarnya mencerminkan keadaan di alam mayapada dengan batasan adanya dua sifat manusia baik dan buruk. Dan apabila diresapi lebih dalam wayang bukan lagi sebagai sekedar tontonan melainkan juga tuntunan, karena wayang menggambarkan kehidupan manusia dengan segala coba dan perjuangan mencari jalan keluar paling bijak. Tentu segenap warga ikg dapat meresapi dan mengambil berbagai hikmah dari lakon wayang yang digelar malam ini seraya mengakrabkan diri dalam persaudaraan dan jalinan silaturahmi.
Sekjend IKG, Satro Harjanto menyampaikan apresiasi atas dukungan berbagai pihak dan secara khusus Pemprov DIY melalui Banhubda DIY, Pemkab Gunungkidul di mana Bupati Gunungkidul menyempatkan hadir beserta rombongannya saat RAT dan sempat memotong tumpeng, DPRD Gunungkidul, serta segenap pengurus dan warga IKG.
Humas IKG, Tarsih Ekaputra dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa Hut ke-52 Tahun IKG menjadi momentum segenap warga IKG untuk senantiasa guyub dan rukun, lebih-lebih IKG saat ini seperti yang disampaikan Ketum telah menjadi organisasi besar. Semua harus tetap dalam komitmen yang senantiasa dilandaskan pada visi, misi dan ad/art organisasi.
"Semakin besar organisasi, semakin besar juga tantangannya, sehingga HUT menjadi momentum untuk selain berbenah juga mengencangkan ikat pinggang dan merapatkan barisan untuk bersama menjaga dan membangun IKG," jelasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H