BANDA ACEH - Tema syariah selalu menarik untuk dibahas. Apalagi jika berbicara tentang Aceh. Syariat Islam dan Aceh sangat identik dan menyatu seperti zat dan sifat- lagee zat dan sifeut-begitu kata orang Aceh. Lantas sangat wajar jika topik-topik syariah pun menggema pada Pilkada 2024.
Debat perdana Calon Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh yang sukses digelar Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Banda Aceh beberapa waktu lalu menyisakan ragam komentar dan memancing para warga.
Pasalnya, suasana debat tersebut berlangsung sangat alot dan sangat menegangkan. Bahkan bisa dibilang panas. Terlebih saat masuk pada segmen setiap Paslon diberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan kepada paslon lainnya.
Ada banyak wacana sangat menarik terungkap sepanjang debat berlangsung. Masing-masing paslon berlomba-lomba mengeluarkan ide-ide dan program kerja untuk menarik perhatian publik. Konon ada yang menawarkan ide 'Bioskop Syariah' sebagai alternatif hiburan bagi kawula muda kota.
Sekilas 'bioskop syariah' itu terkesan islami karena dibungkus dengan kata 'syariah' nya, namun yang namanya bioskop biasanya sudah memiliki standar baku tersendiri dalam desain dan operasionalnya secara nasional bahkan dunia.
Meski begitu istilah bioskop syariah tergolong unik, mungkin agak sedikit terlihat ilmiah. Jika tidak hati-hati dalam mempersepsikan maka istilah 'bioskop syariah' dapat menjadi racun yang dibungkus madu.
Dalam literatur Islam dan fiqh modern, bahkan pendapat masyhur para ulama ahlussunah wal jamaah dijelaskan, perbuatan yang mudharatnya lebih besar ketimbang manfaat yang diperoleh, wajib hukumnya untuk ditinggalkan ataupun ditolak.Â
Terlebih jika ada hal lain yang justru lebih utama dan mendesak untuk dikerjakan. Bioskop tidak lagi diperlukan di Aceh karena banyak mudharatnya. Apalagi jika hanya bertujuan untuk sekedar sebagai sarana hiburan semata dan memenuhi hawa nafsu.Â
Alih-alih mendongkrak ekonomi rakyat, malah menguras duit rakyat.
Diantara mudharatnya lainnya adalah orang-orang akan menghabiskan waktu sia-sia dan mengeluarkan harta dijalankan yang tidak dianjurkan agama. Bisa pula menimbulkan dampak negatif lainnya yang berakibat menimbulkan dosa dan fitnah.