Banyak pihak saat mulai mengkuatirkan kualitas pendidikan nasional. Terutama orang tua siswa yang memandang belajar daring justru membuat kualitas pendidikan anak-anak semakin menurun (kualitas rendah) atau disebut Inferiority. Kok bisa demikian, apa yang salah?
Sudah berjalan dua tahun Indonesia dikurung oleh pandemi Covid-19 terhitung Maret 2019. Karena dari waktu ke waktu kasus penularan meningkat tajam, pemerintah memutuskan menghentikan seluruh kegiatan yang bersifat tatap muka guna menghindari penularan wabah penyakit tersebut secara lebih masif.
Tak pelak seluruh aktivitas masyarakat mengalami mati suri. Tak terkecuali sektor pendidikan. Seluruh sekolah yang berada dalam area covid tinggi terpaksa menyelenggarakan proses belajar mengajar secara daring (online), mulai tingkat SMA hingga sekolah PAUD bahkan Perguruan Tinggi.
Namun kini, setelah hampir dua tahun berlalu, pandemi Covid-19 tak kunjung selesai jua. Walaupun dibeberapa daerah tercatat mengalami penurunan kasus. Tapi bukan berarti telah terbebas dari covid.
Â
Pemerintah pun kemudian menerapkan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) bersifat darurat pada wilayah berkategori level 3 dan 4.
Dalam perjalanannya, ternyata kebijakan PPKM Level 3 dan 4 menimbulkan kegelisahan publik soal pendidikan anak-anak sekolahan. Ditengarai anak-anak semakin tertinggal dalam pelajaran.
Seperti diketahui belajar secara daring sangat berbeda dengan belajar tatap muka (langsung tanpa media). Walaupun terhubung dengan internet (cara modern) tetapi cara ini sangat mempengaruhi hasil belajar.
Dari sejumlah riset yang dilakukan lembaga internasional juga menunjukkan dampak akibat pembelajaran secara daring yang terpaksa dilakukan karena Covid-19 ikut menguatkan kegelisahan tersebut.
Hasil penelitian PBB bidang pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan pada 28 Maret 2021 misalnya yang menemukan sebanyak 124 juta anak-anak seluruh dunia telah kehilangan kemampuan membaca.
Meskipun menurut pengamat pendidikan nasional, kemunduran pendidikan selama pandemi akibat pembelajaran online tidak hanya dialami Indonesia tapi negara-negara seluruh dunia.
Tetapi kita sendiri juga tidak boleh tinggal diam dan menerima begitu saja tanpa ada upaya atau solusi. Kemunduran kualitas pasti ada sebabnya. Ini yang harus ditilik oleh pemangku kebijakan.