Tapi dasar tamu yang terlanjur cocok hidup di Indonesia, covid enggan pindah, bahkan cenderung memperluas daya jelajah hingga ke pelosok-pelosok. Kelihatannya Indonesia harus siap berdamai jika ada niat untuk mengusirnya.
Kata orang, kadung jatuh cinta terhadap Indonesia. Covid-19 happy berada di negeri yang mulai dikenali. Dan masalahnya rakyat Indonesia pun senang "memelihara" sang covid. Apa buktinya senang?
Bukti paling vulgar yaitu tidak disiplin pada protokol kesehatan yang dianjurkan. Enggan menggunakan masker kalau keluar rumah, dan suka bikin kerumunan massa. Padahal pemerintah sudah melarangnya.
Dan banyak lagi bukti yang lainnya, termasuk tidak mau melakukan vaksinasi, tidak menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, tidak menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dan malah semakin menjauhkan diri dari Allah SWT sebagai tempat kita meminta pertolongan.
Itu semua merupakan sikap buruk yang dimiliki masyarakat kita, karena itu membuat Covid-19 betah di Indonesia. Bagaimana dengan perilaku pemerintah? Kurang lebih sama meskipun hanya oknum.
Jadi kalau misalnya kita tidak mau merubah pola hidup kearah yang lebih higienis dan sehat, jangan berharap Covid-19 akan minggat meski PPKM diperpanjang ratusan kali.
Bukan justru lebih baik malah menimbulkan berbagai masalah baru, pat gulipat pendemi semakin subur makmur. Sementara rakyat mati kelaparan karena tidak bisa bekerja dan menjalankan usaha.
Terus sampai kapan akan seperti ini? Pak Luhut Binsar Panjaitan sendiri, sebagai "otak" panitia Covid-19 nasional tidak tahu kapan pandemi itu akan tamat. Beliau malah memberikan sinyal PPKM akan berlanjut selama pandemi Covid-19 masih ada.
So bagaimana sikap kita? Kembali ke komitmen warga untuk memandang bahwa Covid-19 memang riskan. Wabah ini telah melumat kekuatan ekonomi nasional, dan menghilangkan jutaan lapangan kerja.
Jadi sudah selayaknya warga dan utama pemerintah agar serius dan bertindak sesuai dengan yang diucapkan. Masyarakat dan pemerintah bersatu padu dan satu kata. Itulah prinsip sinergi dan kolaborasi (gotong royong).
Jangan sebaliknya, rakyat dilarang untuk beraktivitas diluar rumah, sementara para pejabat negara justru jalan-jalan ke luar negeri.