Aksi boikot Ayu Tingting yang dilancarkan sekelompok orang melalui tanda tangan petisi online kian ramai di jagad maya. Benarkah aksi tersebut merupakan suara publik atau murni haters?
Menurut sejumlah informasi yang layak dipercaya dari kabar media yang tersiar, aksi tanda tangan petisi boikot Ayu Tingting merupakan buntut panjang dari aksi orang tua Ayu yang melabrak (maaf: mendatangi) rumah KD (Kartika Damayanti) yang tak terima terkait penghinaan terhadap Balqis, putri semata wayang Ayu Tingting.
Lagian ngapain sih bunda begitu ya?
Kedatangan Umi Kalsum dan Abdul Rozak ke rumah yang dibilang-bilang haters-nya Ayu Tingting rupanya memancing semangat solidaritas orang-orang di dunia maya yang selama ini tidak suka melihat Ayu Tingting, lalu menggagas pemboikotan lewat petisi Ayu Tingting.
Hebatnya lagi, permasalahan pribadi Ayu Tingting ini menjadi kehebohan nasional di tengah maraknya berita Perpanjangan PPKM Level 4 yang juga ramai memboikot penyekatan jalan.
Seruan black list atau petisi Ayu Tingting (boikot) dari dunia hiburan memang gaungnya cukup menggetarkan suasana kebatinan publik di tanah air. Seolah membenarkan dan menyetujui tindakan inisiator petisi.
Secara psikologi sosial publik menjadi terganggu dengan berita- berita pribadi seperti permasalahan keluarga artis yang tidak ada manfaatnya buat kemajuan bangsa tersiarkan secara masif di ruang umum.
Parahnya semua hal-hal remeh temeh itupun di blow up oleh media arus utama. Ibaratnya media ini semakin mengompori suasana. Ya meskipun sekedar berita hiburan. Tetapi cukup sekedarnya saja. Benarkan?
Seyogyanya media memberikan pencerahan terutama kepada pihak pelaku dan yang merasa menjadi korban agar dapat menyelesaikan permasalahan mereka secara kekeluargaan.
Rasanya tidak perlu dijadikan media sebagai penyelesaian masalah. Karena yang ada hanya membuat permasalahan semakin tambah rumit, ya seperti sekarang.