Guru masih memegang peran kunci sehingga akan sangat menentukan tingkat keberhasilan mencapai tujuan-tujuan belajar online yang kadang berlangsung jarak jauh.
Namun bila kita melihat kondisi dunia pendidikan di daerah terutama di luar pulau Jawa sungguh memprihatinkan.
Selain kondisi fisik, sarana dan prasarana yang banyak mengalami kerusakan dan tidak memenuhi standar mutu pendidikan, juga jumlah ketersediaan guru dan infrastruktur lainnya masih kekurangan.
Bahkan masih ada sekolah di desa-desa jumlah guru hanya 3-4 orang. Padahal kelasnya ada enam. Belum lagi mereka merupakan honorer semua kecuali kepala sekolah. Itupun jarang masuk kerja.
Begitu pula dengan tingkat usia guru. Di mana saat ini kebanyakan dari mereka sudah berusia di atas 50 tahun. Kelompok usia ini jumlahnya paling besar, dan sayangnya mereka tidak paham teknologi pula alias gaptek.
Sehingga dengan kondisi tersebut membuat sistim belajar daring ini benar-benar menjadi pengalaman baru. Bukan hanya bagi guru, murid atau siswa, bahkan bagi orang tua mereka.
Kebayangkan bagaimana cara belajar daring di daerah pedalaman, tidak ada signal, tidak ada listrik, dan disana tidak ada seorang pun guru yang pernah dengar google classroom, edmodo, padlet, ruang guru, whatsapp grup, dan ntah apa lagi yang lain.
Lantas dengan kebijakan lockdown, sekolah-sekolah ditutup untuk masa yang belum ditentukan, dan pemerintah menghimbau belajar secara daring. Kira-kira apa yang terjadi? Anda jawab sendiri ya.
Meskipun begitu, ya kita bersyukur karena menjaga kesehatan lebih utama dari yang lainnya. Terima kasih untuk pemerintah yang peduli pada isu corona dan sedikit lupa pada urusan pendidikan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H