Tepat seperti kata bijak, "setiap kesempitan selalu ada pembelajaran dibalik itu."
Begitulah yang terjadi pada siswa-siswa kita di Aceh saat ini. Disebabkan fenomena coronavirus atau COVID-19, lalu sekolah pun terpaksa lockdown untuk beberapa waktu.
Akibat berhentinya aktivitas belajar-mengajar di sekolah sebagai konsekuensi logis dari kebijakan lockdown, maka proses belajar- mengajar (PBM) pun harus dilangsungkan di rumah siswa masing-masing.
Peristiwa ini telah ikut membuktikan apa yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara yakni, "setiap kita adalah guru dan setiap rumah adalah sekolah."
Lantas bagaimana agar kegiatan belajar bisa terus berlangsung sedangkan sekolah diliburkan? Ya, menggunakan sistim daring (dalam jaringan).
Barangkali bagi siswa-siswa yang tinggal di kota besar, belajar secara daring bukan lagi hal baru. Justru sudah lumrah.
Apalagi di sekolah-sekolah internasional. Mereka sudah terbiasa dengan belajar menggunakan internet.
Kota besar dan dengan seluruh fasilitas serta infrastruktur serba lengkap sehingga tidak menimbulkan kendala yang berarti dalam melaksanakan pembelajaran daring.
Bahkan hampir 40 persen lebih sekolah-sekolah di kota besar sudah melakukan PBM secara daring sebelum fenomena corona ini terjadi.
Kematangan sekolah-sekolah dalam melaksanakan PBM daring sangat dipengaruhi oleh kesiapan sarana dan prasarana (sarpras) seperti laboratorium ICT, ruang multimedia, personal computer, internet, dan yang lebih utama adalah guru dan siswanya aware terhadap teknologi.
Kecakapan guru menggunakan perangkat ICT berbasis jaringan akan membuat sistem belajar daring lebih mudah berjalan. Sebab peran guru dalam sistem ini juga besar untuk mendriver para siswa agar lebih aktif dalam belajar.