Sebagian masyarakat Indonesia menilai Jokowi telah gagal memberikan hak rakyat dalam aspek keamanan. Mereka memandang tingkat kejahatan semakin merajalela terus terjadi di berbagai tempat. Sementara pihak keamanan seperti tidak mampu mengatasi situasi tersebut. Benarkah pandangan masyarakat tersebut?
Keamanan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Aman dari gangguan fisik menjadi lebih penting dan utama dari rasa lapar. Meskipun keduanya tergolong dalam kebutuhan primer. Keamanan yang dimaksud disini adalah mendapatkan perlindungan dari yang bersifat fisik dan psikis. Misalnya terlindungi dari ancaman pembunuhan, penganiayaan, kekerasan, dan bahkan teror secara psikis yang dapat mengganggu.
Menurut teori kebutuhan oleh Abraham Maslow, keamanan menempati sebagai kebutuhan dasar kedua setelah kebutuhan fisiologis. Artinya meskipun perut dalam keadaan kenyang namun rasa aman juga diperlukan. Lantas bagaimana jika dalam sebuah lingkungan, rasa aman itu sulit diwujudkan? Apakah itu dikategorikan sebagai tidak nyaman pula?
Dalam konteks negara, jaminan rasa aman tentu menjadi kewajiban pemerintah untuk seluruh rakyatnya. Bahkan rasa aman tersebut menjadi amanat konstitusi yang wajib dipenuhi. Karena begitu pentingnya soal kemanan ini maka pemerintah harus benar-benar memiliki strategi dan sumber daya yang cukup untuk mewujudkannya.
Namun belakangan ini situasi di Indonesia seperti tidak pernah sepi dari kegaduhan dan aksi-aksi anarkis dan terorisme. Termasuk, tidak sedikit kasus-kasus pembunuhan, pemerkosaan, dan berbagai tindak kekerasan yang mengancam rasa aman kehidupan sosial masyarakat. Eskalasi kriminalitas ini trennya pun cenderung meningkat sejak 5 tahun terakhir.
Dari hasil riset yang dilakukan oleh BPS, jumlah orang yang mengalami tindak kejahatan per 100 ribu penduduk (crime rate) mencapai 129 orang. Dalam Statistik Kriminal 2018 tercatat telah terjadi 336.652 tindak kejahatan di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Data tersebut berdasarkan laporan Polda 2017.
Namun menurut data gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang dirilis Mabes Polri, periode Januari-Maret 2019 hasilnya ternyata mengalami tren penurunan dibanding tahun 2018 lalu.
Tahun ini tercatat, kejahatan konvensional atau jalanan terjadi sebanyak 61.572 kasus di seluruh Indonesia. Sedangkan, pada 2018 tercatat sebanyak 65.375 kasus. Angka ini menurun sebanyak 5,82 persen.
Situasi keamanan yang berubah-ubah menandakan stabilitas kamtibmas di negara ini kurang termenej dengan baik. Bahkan publik sempat tercengang ketika kasus penikaman Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Jenderal (purn) Wiranto oleh orang tidak dikenal. Bagaimana mungkin pejabat tinggi selevel dia bisa diserang? Ini membuktikan situasi Indonesia mengalami instabilitas.
Bila pemerintah tidak mampu menjamin rasa aman sebagaimana diharapkan, maka ini dapat berdampak negatif terhadap sektor lainnya. Misalnya akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi, terganggunya kegiatan-kegiatan masyarakat, dan lain sebagainya. Yang pada akhirnya akan menurunkan kredibilitas pemerintah di mata rakyat.
Situasi keamanan yang memburuk tidak hanya merugikan secara ekonomi, dan hilangnya kesempatan investasi tapi juga membuat situasi kian kacau atau chaos. Sehingga kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin membuat negara ini hancur. Kita bisa lihat bagaimana dalam keadaan yang tidak diduga-duga tiba-tiba terjadi serangan oleh teroris.