Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Mana, Jujur atau Bohong?

18 Agustus 2019   18:07 Diperbarui: 18 Agustus 2019   18:20 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Al Quran surat at Taubah ayat 119, Allah berfirman, ""Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang siddiqin."

Bersama dengan orang-orang yang jujur diharapkan akan membuat kita untuk terbiasa menjaga kejujuran dalam diri kita. Karena kejujuran akan membawa keselamatan.

Dewasa ini kejujuran menjadi barang langka. Dari sekian banyak manusia, barangkali hanya sepertiganya saja yang masih memiliki sifat jujur. Hal ini bisa kita lihat dalam lingkungan di sekeliling kita. Bahkan dalam keluarga kita sendiri saja masih ada yang membohongi saudara kandung sendiri. Begitu pula dalam masyarakat.

Kebohongan yang diawali dengan kesadaran diri secara total meskipun pada hal-hal kecil, ia akan bermetaformosa menjadi kebohongan publik. Artinya sifat bohong atau dusta akan tertanam dalam interaksi yang lebih luas dan kompleks. 

Mana kala nilai kebohongan terinternalisasi dalam sistem, maka disitulah awal terlembagakan kebohongan. Selanjutnya nilai kejujuran akan pergi dengan sendirinya tanpa perlu kita usir.

Dalam pandangan universal, kejujuran itu sangatlah mahal dan bernilai tinggi. Tidak ada satu orang pun yang benci pada sifat jujur. Dimana pun dan kapan pun. Sebab itu dalam budaya apapun, kejujuran selalu menjadi nilai tertinggi. Sehingga dengan kejujuran itu pula seseorang diberikan jabatan dan tanggung jawab yang lebih besar.

Imbalan kejujuran dalam pandangan Islam adalah surga. Tidak ada tempat yang lebih tinggi dan mewah selain dari surga. Surga tidak dapat dibeli dengan uang, apalagi uang atau harta dari hasil menipu dan korup. Begitulah nilai kejujuran.

Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan menunjukkan kepada surga, dan sesungguhnya seorang laki-laki benar-benar telah jujur hingga ia di catat di sisi Allah sebagai orang jujur. Sesungguhnya kebohongan itu menunjukkan kepada kezaliman. Dan sesungguhnya kezaliman itu menunjukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seorang laki-laki telah berbuat dusta hingga ia di catat disisi Allah sebagai pendusta".

Namun bagaimana bila berbohong itu sudah membudaya?

Membudaya dapat bermakna telah terbiasa. Artinya berbohong sudah dianggap hal biasa dan tidak segan-segan untuk melakukannya karena sudah lumrah. Berbohong sudah dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Cerminan kebiasaan berbohong dapat kita amati pada dunia politik. Meskipun dalam berpolitik, "bohong" itu katanya strategi dan bukan pelanggaran moral atau etika.

Tidak hanya dalam politik. Bila perilaku tidak jujur itu dilakukan karena sudah menjadi perilaku normal. Maka dalam perniagaan atau berbisnis juga mudah kita dapati pelaku usaha/bisnis yang mempraktikkan kecurangan (bohong) dalam sistim bisnisnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun