Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menuju Pemilu 2024

11 Juli 2019   09:35 Diperbarui: 11 Juli 2019   09:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Republik Indonesia Jowo Widodo (dok. CNN)

Konstestasi yang terjadi saat ini tentu lebih terlokalisir. Di pihak koalisi Jokowi kontestasi berlangsung pada perebutan kursi jatah masing-masing partai politik. Sebagaimana dilansir media berita, PKB meminta 10 kursi menteri, Nasdem 6 kursi menteri, begitu pula Golkar dan PDIP yang inginkan jatah kursi Ketua DPR RI.

Selain ribut soal rebutan jabatan kabinet dan pimpinan parlemen, sejumlah partai politik menyatakan akan mempercepat jadwal kongres atau musyawarah nasional (munas) untuk menentukan arah politik lima tahun ke depan.

Sedang di pihak Prabowo-Sandi kontestasi juga terjadi di internal kubu oposisi. Setelah dibubarkan secara resmi oleh Prabowo Subianto, kubu ini lalu pecah dan beberapa partai pendukung mulai melirik kursi menteri atau kue kekuasaan dari Jokowi. Sebutlah partai Demokrat dan PAN yang tergiur untuk masuk istana bersama Jokow-Ma'ruf.

Meski tidak malu-malu, kedua partai yang sebelumnya melawan Jokowi tersebut terlihat mulai memikirkan kepentingan pemilu 2024. Karena itu mereka ingin menjaga eksistensi mereka agar tetap populer di tengah-tengah masyarakat. Hal itu dirasa penting untuk mempertahankan elektoral yang ada.

Namun petinggi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean membantah bahwa pihaknya ingin masuk ke pemerintahan guna mempopulerkan AHY yang disiapkan untuk pilpres 2024. Saat ini mereka (Demokrat dan keluarga SBY) sedang menunggu 40 hari Ibu Hj. Ani Yudhoyono.

Menurut Ferdinand demokrasi adalah bentuk pengabdian kepada bangsa dan negara. Dan setiap partai politik didirikan memang memiliki target untuk meraih kekuasaan dan mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara. Tidak ada partai politik bercita-cita jadi oposisi. Hal itu disampaikan oleh pengurus PD itu saat ia menjadi narasumber di ILC, Selasa, 9/7/2019.

Oposisi berpeluang jadi pemenang

Hampir dapat dipastikan diantara anggota koalisi Prabowo-Sandi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan memposisikan diri sebagai kekuatan penyeimbang. Artinya PKS bersama Partai Gerindra akan kembali kompak berada diluar pemerintahan dan memilih jadi oposisi.

Sebagai oposisi PKS akan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat serta melakukan pengawasan di lembaga legislatif sebagai fungsi kontrol rakyat terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

Langkah PKS dan Gerindra dinilai oleh sejumlah pengamat politik sangat strategis bila dikaitkan dengan politic gain 2024. Bahkan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menilai jika semua partai bergabung menjadi koalisi pendukung pemerintah maka akan melahirkan monolitik, dan itu tidak sehat bagi demokrasi.

Begitu pula Mahfud MD yang berpandangan bila partai politik berada pada posisi oposisi, keuntungan politik akan lebih mudah diperoleh. Lalu dia mencontohkan PDIP yang menjadi oposisi selama 10 tahun saat SBY dan Demokrat berkuasa. Kemudian pemilu 2014 PDIP suskes memenangkan Jokowi sebagai Presiden RI ke-7.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun