Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berkoalisi atau Tidak, bagi Rakyat Nggak Terlalu Penting

10 Juni 2019   11:08 Diperbarui: 10 Juni 2019   11:15 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana pembubaran koalisi Prabowo-Sandi yang dimunculkan oleh Partai Demokrat baru-baru ini menarik untuk dicermati. Bukan apakah penting atau tidak penting koalisi Itu bagi rakyat tapi menarik karena tiba-tiba Demokrat seperti ingin jalan sendiri atau mungkin Demokrat sedang bekerja untuk "menghancurkan" Koalisi Indonesia Adil Makmur?

Pertama kali ide pembubaran koalisi dilemparkan ke media oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik yang meminta agar Calon Presiden Prabowo Subianto segera membubarkan Koalisi Indonesia Adil Makmur yang mendukung pencalonannya dalam pilpres 2019 lalu Permintaan tersebut tersebut disampaikannya lewat akun media sosial Twitter-nya, pada Minggu, (9/6) kemudian di blow up oleh media lainnya.

Tak hanya kepada Prabowo, permintaan pembubaran koalisi juga ia minta dilakukan oleh kubu Calon Presiden Joko Widodo yang beranggotakan PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, PSI, Perindo, PKPI dan Hanura.

Nashidik beralasan pembubaran tersebut perlu dilakukan untuk mencegah perpecahan dalam masyarakat. Meskipun alasan tersebut sangat lemah, namun jika ingin benar-benar mencegah perpecahan di masyarakat, justru Partai Demokrat harus menunjukkan keberpihakan mereka kepada rakyat, keadilan, dan kejujuran dalam berpolitik. Hanya dengan cara itulah rakyat dapat diselamatkan.

Atas wacana Demokrat tersebut, berbagai pihak pun memberikan tanggapan. Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN)Prabowo-Sandi Andre Rosiade mempersilahkan Partai Demokrat untuk keluar dari koalisi pendukung Prabowo kalau mereka sudah tidak ingin bergabung. Selama ini pun Demokrat seperti setengah hati berada di Koalisi Indonesia Adil Makmur.

Lebih jauh Jubir BPN Prabowo-Sandi mensinyalir jika wacana itu dimunculkan hanya sebagai alasan saja. Motif sebenarnya adalah Partai Demokrat memang ingin menarik diri. Jadi Andre Rosiade berpendapat kalau itu keinginan mereka tidak perlu ajakan pembubaran koalisi. Tapi cukup Partai Demokrat saja yang pergi.

Tanggapan penolakan ternyata bukan hanya datang dari BPN bahkan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf pun mengatakan hal yang sama. Bahkan TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, mengingatkan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpasangan dengan Boediono di Pilpres 2009 lalu, koalisi pendukungnya tidak dibubarkan. Justru diperkuat sampai terinstitusional dalam Sekretariat Gabungan (setgab).

Jadi kalau kita fakta saat SBY berkuasa dengan usulan Partai Demokrat saat ini semacam ada strategi kemunafikan baru yang sedang dilakoni oleh mereka. Mengapa dikatakan demikian? Karena itu tadi, nampak sekali inkonsistensinya. Alasan mereka tidak logis dan terkesan mengada-ngada.

Bagaimana tanggapan masyarakat?

Ganjang ganjing dan polemik yang berkembang paska usulan pembubaran koalisi oleh Partai Demokrat, masyarakat ikut memberikan komentar mereka. Pada umumnya masyarakat menangggapi hal ini dengan sikap dingin dan tidak terlalu ambil pusing.

Bagi masyarakat saat ini yang terpenting dan paling utama adalah memdapatkan kepastian hukum atas dugaan berbagai pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh para "koalisi" pilpres. Rakyat sedang menanti bagaimana keseriusan negara dalam menyelesaikan pemilu "curang" yang kini berujung di meja Mahkamah Konstitusi (MK).

Asal pemerintah dan politisi ketahui bahwa kehidupan rakyat di daerah-daerah saat ini dalam kondisi sulit. Pemerintah boleh saja mengatakan ekonomi Indonesia tumbuh baik, namun kenyataan yang dirasakan warga justru harga-harga membubung tinggi.

Kesusahan rakyat seperti itu seakan tidak pernah dijadikan sebagai dasar pemikiran baik partai politik untuk menghadirkan kesejahteraan dan penderitaan mereka. Partai politik terkesan hanya mementingkan diri sendiri, meminta suara dan dukungan dari rakyat lalu setelah itu melupakan mereka begitu saja.

Rakyat tidak mementingkan apakah kalian berkoalisi atau berdiri sendiri. Mereka tidak butuh partai yang kuat dan memiliki sekutu yang banyak namun tidak peduli pada penderitaan rakyat. Mereka lebih menghargai walau partai kecil namun memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib mereka.

Demokrat pernah menjadi partai besar dan berkuasa pada era sebelum rezim Jokowi-Jk. Dengan slogan katakan tidak pada korupsi, lalu bisa berkuasa dua periode. Namun apa yang terjadi? Yang ada hanyalah tindak pidana korupsi justru semakin menjadi-jadi. Rakyat tidak ingin tertipu oleh kalian lagi.

Oleh karena itu wacana bubar koalisi atau melanjutkan koalisi bagi rakyat sama sekali tidak berarti. Biar itu menjadi teknis politisi dalam merancang hadirnya kesejehteraan, keadilan, kemakmuran, dan kebahagiaan untuk rakyat. Mau koalisi or no, tidak penting. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun