Dengan begitu anggapan bahwa warung kopi hanya sebagai tempah "poh cakra" atau stigma negatif lainnya tidak terbukti. Justru kini warung kopi menjadi tempat ramah gender dan suasana penuh kekeluargaan. Sehingga tidak berlebihan jika kita katakan warung kopi kini telah bertransformasi menjadi lingkungan sosial baru di Kota Banda Aceh.
Dari pengamatan penulis pada salah satu warung kopi di kawasan Darussalam, para pengunjung pada hari libur umumnya adalah keluarga. Mereka bersama anak-anaknya memenuhi hampir seluruh meja yang tersedia di warung kopi tersebut sambil minum kopi/teh dan sarapan.
Itulah tren gaya hidup baru warga kota, warung kopi pun kini tidak lagi menjadi tempat asing bagi perempuan dan keluarga. Hanya saja yang perlu menjadi perhatian kita bersama adalah bagaimana caranya membatasi pengunjung perokok yang mungkin dapat mengganggu kenyamanan perempuan, anak-anak dan merusak kesehatan. (*)