Kota Banda Aceh memang bukanlah kota metropolitan. Banda Aceh termasuk kota kecil, yang penduduknya lebih kurang 500 ribu jiwa. Letak kota Banda Aceh pun di ujung barat pulau Sumatera.
Meskipun kota kecil namun kota ini memiliki sejarah yang membuat Banda Aceh menjadi kota besar, besar dalam arti budaya dan nilai-nilai sejarah yang dikandungnya.
Banda Aceh sebagai kota budaya merupakan pusat peradaban Islam pada awal agama tersebut masuk ke nusantara. Dengan Ulee Lheue sebagai tempat pertama kali kafilah pembawa Islam berlabuh di Nanggroe Darussalam.
Bukti sejarah berkembangnya Islam sebagai agama masyarakat Aceh salah satunya yaitu Masjid Raya Baiturrahman serta sejumlah cagar budaya lainnya yang berciri khas Islam yang terdapat di sejumlah tempat di Kota Banda Aceh.
Selain budaya masyarakat Kota Banda Aceh yang melekat dengan nilai-nilai Islam dan dekat dengan kehidupan masjid. Namun ternyata kini ada kebiasaan lainnya yang juga tidak dapat ditinggalkan oleh warga kota yang kini Aminullah Usman sebagai wali kota.
Kebiasaan tersebut adalah nongkrong di warung kopi sambil menikmati cita rasa kopi dan bersilaturrahmi sesama warga kota. Walaupun ini menjadi telah kebiasaan kaum laki-laki tetapi pada zaman now ternyata kaum perempuan juga mulai suka nongkrong di warung kopi.
Ramainya kaum hawa yang suka ngopi di cafe-cafe sederhana dan warung kopi bisa dikatakan sebagai tren baru di kota bersyariat Islam tersebut. Sebab pada era-era sebelumnya, perempuan sangat tabu duduk di warung kopi.
Pada masa 10 tahun yang lalu jika ada perempuan yang duduk di warung kopi, oleh masyarakat mereka dianggap tidak memiliki etika dan rasa malu. Karena nilai-nilai yang dianut bahwa perempuan tidak semestinya keluyuran di luar rumah apalagi sampai nongkrong di warung kopi yang mayoritas dipenuhi oleh laki-laki.
Seiring perkembangan zaman dan perubahan masa, kini justru perempuan pun sudah terbiasa duduk ngopi di warung kopi bahkan ngopi bersama dengan kaum laki-laki. Bagi warga Kota Banda Aceh hal itu sudah dipandang sebagai kebiasaan yang tidak lagi dipermasalahkan.
Bahkan pada hari-hari libur warung kopi ramai dikunjungi oleh komunitas keluarga-keluarga. Suami-isteri dan beserta anak-anak mereka sengaja diajak untuk minum kopi bersama dan sarapan. Misalnya pada hari Minggu, hampir semua warung kopi di Banda Aceh disesaki oleh pengunjung keluarga.
Tentu saja hal ini sangat positif, artinya budaya ngopi bukan lagi dominan wilayah laki-laki tetapi juga perempuan termasuk keluarga.