Bagai bola salju, isu referendum jilid kedua terus bergulir di negeri tanah rencong. Tidak ada pihak manapun yang memaksa tapi publik di Aceh dengan penuh semangat membahas atau memperbincangkan isu referendum yang dilontarkan oleh mantan wakil gubernur Aceh Muzakir Manaf beberapa hari yang lalu.
Diskursus referendum menarik untuk kita bedah karena isu tersebut ditanggapi oleh beberapa pihak secara berlebihan bahkan dikatakan makar? Benarkah referendum sama dengan makar?
Referendum berasal dari kata refer, berarti mengembalikan. Sistem referendum berarti pelaksanaan pemerintahan didasarkan pada pengawasan secara langsung oleh rakyat, terutama terhadap kebijakan yang telah, sedang, atau akan dilaksanakan oleh badan legislatif atau eksekutif.
Menuru KBBI, referendum adalah penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka yang menentukannya (jadi, tidak diputuskan oleh rapat atau oleh parlemen); penyerahan suatu persoalan supaya diputuskan dengan pemungutan suara umum (semua anggota suatu perkumpulan atau segenap rakyat).
Secara teori makna referendum sama saja dengan jajak pendapat biasa. Jika Indonesia baru saja menyelesaikan pemilu, maka pemilu itu adalah bentuk praktik referendum. Sehingga dapat dikatakan referendum bukanlah perbuatan makar. Sebab semua proses dan hasilnya pun ditentukan oleh rakyat itu sendiri.
Sehingga sangat aneh bila pemerintah menanggapi reaksional terhadap wacana referendum bagi Aceh. Padahal pemerintahlah yang seharusnya memberikan informasi yang benar tentang referendum bukan menjawabnya dengan ancaman militer yang aneh-aneh.
Pemerintah melalui Menhan Ryamizard Ryacudu kembali membalas ide referendum Muzakir Manaf dengan mengatakan bahwa Aceh pernah menjadi daerah operasi militer (DOM) dengan sandi operasi jaring merah pada masa orde baru dan Presiden Megawati. Namun operasi militer itu menghasilkan pembunuhan ratusan ribu rakyat sipil yang tidak berdosa dan pelanggaran HAM berat.
Menhan seperti tidak mengerti bahwa referendum itu merupakan jajak pendapat yang lazim dilakukan oleh negara-negara demokrasi di dunia. Termasuk Indonesia telah mengambil jalan demokrasi sebagai sistim Pemerintahan, sehingga tidak ada alasan menolak referendum.
Jika pemerintah menjawab keinginan referendum sebagian daerah dan rakyat Indonesia dengan ancaman militer maka inilah pertanda bahwa rezim saat ini bukan rezim demokratis, walaupun tidak dikatakan feodal atau tiran namun langkah kekerasan bukanlah cara yang tepat jika pemerintah mau meredam isu tersebut.
Sebab dalam konstitusi Indonesia tidak ada larangan referendum meskipun juga tidak dibuka ruang secara terbuka dan bebas. Â Artinya wacana referendum masih dalam kategori bukan istilah yang haram. Jadi tidak perlu mengkriminalisasi istilah referendum menjadi kata yang ilegal untuk diucapkan.