Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingnya Bersyukur

25 Mei 2019   13:46 Diperbarui: 25 Mei 2019   13:59 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kminamao. wordpress.com

Mengapa kita perlu bersyukur? Prof. Dr. Syahrial Abbas, MA mengawali tausiyahnya dengan sebuah pertanyaan yang beliau lontarkan kehadapan jamaah shalat tarawih Masjid Babul Maghfirah, Gampong Tanjung Selamat, tadi malam, Jumat (24/05/2019).

Mantan Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh tersebut kemudian memberikan jawaban, bahwa karena kita malam hari ini masih diberikan kekuatan, kesempatan, dan kesehatan, sehingga dengannya kita dapat melakukan segala perintah Allah Subhanahu Wata'aala.

Menurut Syahrial Abbas manusia sering lupa akan nikmat yang telah Allah karuniakan kepadanya. Kita lupa bahwa nikmat kesehatan merupakan satu nikmat yang luar biasa. Sehat badan, sehat pikiran, dan masih diberikan kekuatan fisik yang bagus. Semua itu merupakan anugerah Allah yang tiada bandingannya.

Kemudian beliau melanjutkan, lalu kapan kita baru menyadari bahwa nikmat kesehatan itu sangat bernilai? Mana kala kita telah sakit, atau ketika makan makanan namun kita tidak mampu mengunyah lagi dengan sempurna, sehingga memakan daging yang lezat sekalipun tidak terasa nikmatnya bahkan tidak dapat lagi kita makan.

Maka saat itulah kita baru sadar ternyata nikmat sehat sangat bernilai apalagi ketika kita mengalami sakit, barulah kita merasa bahwa sehat itu sungguh sangat berarti. Karena itu seyogyanya kita bersyukur kepada Allah karena sampai detik ini kita masih sehat-sehat saja.

Karena kata Allah dalam Surat Ibrahim ayat 7 yang artinya "sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S.Ibrahim 14:7)

Dengan demikian manusia harus menjadi hamba yang pandai bersyukur agar nikmat yang sudah diperoleh dapat ditambah oleh Allah Subhanahu Wata'aala.

Ada tiga hal yang harus dilakukan manusia ketika menerima nikmat Allah agar ia dipandang sebagai hamba yang bersyukur kepada-Nya yakni:

Pertama: secara batiniah ia harus mengakui telah menerima nikmat dari Allah. Didalam hati terdalam seseorang harus tertanam pemahaman bahwa semua anugerah ini adalah datangnya dari Allah.

Kedua: secara lahiriah ia mengucapkan syukur atas nikmat itu. Mengucap syukur bukan hanya mengatakan 'alhamdulillah' saja tapi perlu dibarengi dengan menjaga nikmat tersebut agar tidak bermaksiat kepada Allah.

Ketiga: ia harus menjadikan nikmat itu sebagai pendorong untuk lebih giat beribadah kepada Allah Swt. Misalnya berpuasa  tarawih, haji, dan zakat serta sadaqah.

Bila ketiga hal tersebut telah berpadu dalam diri seorang hamba, maka ia layak dikatakan sebagai hamba yang bersyukur kepada Allah. Dan memang tidak ada bagi kita untuk tidak bersyukur. Sebab kenapa? Karena nikmat yang diberikan kepada kita sungguh sangat banyak bahkan tidak sanggup kita menghitungnya.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'aala "Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An Nahl: 18)

Imam Ahmad dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits yang berisi nasehat Rasul kepada Mu'adz bin Jabbal. Nabi Saw. bersabda:

"Wahai Mu'adz, hendaklah engkau tidak lupa pada setiap selesai melaksanakan shalat untuk mengucapkan doa: 'Ya Allah, berilah pertolongan padaku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbaiki ibadah untuk-Mu."

Maka dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasullullah Sallahu 'alaihi wasallam bagaimana menjadi orang yang bersyukur patut kita teladani. Rasul sendiri merupakan hamba yang paling bersyukur padahal beliau adalah seorang nabi.

Untuk mencapai derajat syukur manusia dapat mencapainya melalui dua hal yaitu shalat dan sabar. Shalat akan mengantarkan seseorang untuk tunduk dan patuh kepada Allah. Sedangkan sabar akan melahirkan sebuah sikap yang menerima secara ikhlas apa saja pemberian Allah setelah melakukan berbagai usaha dan upaya tanpa berkecil hati.

Contoh sikap sabar misalnya kita sebagai petani yang telah mengolah tanah, menanami padi, memberikan pupuk, dan merawat padi tersebut dengan baik, akan tetapi hasil panen yang diperoleh ternyata sesuai dengan yang kita harapkan, maka itulah sabar.

Jadi sabar itu merupakan sikap atau kemampuan kita untuk menerima segala pemberian Allah meskipun tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan namun kita ridha menerimanya.

Selain itu sabar juga bentuk perilaku yang tidak gampang marah atau dapat mengendalikan emosi dengan baik. Walaupun kita memiliki kesempatan untuk melampiaskan kemarahan tersebut tetapi orang-orang yang bersabar mereka tidak akan melakukannya.

Itulah makna bersyukur, bahwa dalam kesempatan apapun dan kondisi bagaimanapun kita mesti dapat lebih sabar, baik dalam artian sabar dengan kondisi yang ada sekarang sambil melakukan upaya untuk merubah menjadi lebih baik di masa akan datang.

Dalam rangka itulah puasa mengajarkan kita untuk menjadi hamba-hamba yang bersyukur serta bersabar, dapat menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak amal ibadah ramadhan. Sehingga setelah ramadan kita akan menjadi orang-orang yanh bertaqwa. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun