Persoalan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya atau yang disebut stunting kian menjadi perhatian serius pemerintah Aceh.
Saat ini jumlah kasus prevalensi stunting di provinsi ujung barat Sumatera itu berada pada posisi ketiga terbesar di Indonesia setelah NTT dan Sulbar dengan 37,3% pada 2018 sedangkan rata-rata nasional hanya 30,8%. Namun standar WHO hanya pada batas toleransi 20%.
Namun begitu Pemerintah Aceh telah mampu menurunkan prevalensi stunting dari 41,5% di 2013 menjadi 37,3% pada 2018. Itu artinya Pemerintah Aceh menyelamatkan 18 ribu balita dari stunting.
Meski demikian, Aceh tetap harus bekerja keras karena saat ini berada di peringkat ketiga prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.
Pemerintah Aceh telah mendeklarasikan 'Geunting' atau 'Gerakan Upaya Pencegahan dan Penanganan Stunting' di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh, Minggu (3/3) lalu. 'Geunting' merupakan gerakan khusus di Aceh dengan misi untuk pengentasan stunting.
Menurut hasil penelitian Ramadhan at al (2018) dengan memggunakan metode survei yang dilakukan pada bayi di bawah lima tahun tentang determinasi penyebab stunting di Privinsi Aceh ditemukan bahwa penyebab utama adalah karena faktor ASI eksklusif.
Tetapi sunting dapat pula disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Bahkan mengkonsumsi garam yang tidak beriodium pun dapat menyebabkan stunting.
Provinsi Aceh yang dikenal sebagai daerah yang memiliki garis pantai yang panjang namun untuk saat ini kebutuhan garam dosmestik masih mendatangkan garam dari Madura dan garam yodium yang telah diproses dari Medan Sumatera Utara (Sumut).
Untuk kebutuhan garam lokal, Aceh masih mengandalkan hasil garam rakyat yang pada umumnya belum beriodium. Garam rakyat yang dihasilkan dengan cara merebus air tua atau memasak langsung air laut.
Hanya beberapa tahun belakangan ini saja Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh mulai memperkenalkan teknologi baru bagi petani garam yaitu lahan terintegrasi, sistim tunnel, dan perpaduan keduanya.
Namun berbeda halnya dengan Kabupaten Bireun, di Kecamatan Jangka, tepatnya di Gampong (desa) Tanoh Anoe justru ada seorang penguasa garam yang sangat peduli pada kebutuhan garam bagi masyarakat Aceh dan membantu pemerintah dalam menurunkan stunting di Aceh.
Qurrata Aini (40 tahun) pemilik UD Milhy Jaya dengan tekad kuat dan tanpa kenal lelah berhasil mengembangkan usaha penggaraman ber-SNI dan memiliki sertifikat halal dari MUI di wilayahnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap garam konsumsi beriodium.
Menurut Qurrata Aini pemerintah saat ini sudah melakukan hal yang tepat. Bergerak secara cepat untuk mengatasi tingginya kasus stunting di Aceh. Pihaknya sangat mendukung kebijakan dan aksi cepat dan tepat tersebut. Bahkan ia pun siap jika diajak oleh Pemerintah Aceh untuk bekerja sama.
Sebagai bukti bahwa pemerintah serius mengatasi stunting, pengusaha muda wanita ini pun menunjukkan bukti, di wilayah Kecamatan Peusangan dan Bireun pada umumnya tenaga pendamping desa ditegaskan untuk lebih fokus pada pencegahan stunting.
Meskipun baru menerapkan pola  pencegahan melalui asupan makanan bergizi  bagi balita di posyandu. Namun hal itu telah membuktikan jika pemerintah Kabupaten Bireun tidak tinggal diam dalam mengatasi stunting.
Sementara langkah pencegahan stunting yang berfokus pada garam beriodium hanya baru dilakukan oleh beberapa kecamatan saja, diantaranya Kecamatan Plimbang dan Kecamatan Peusangan.
Padahal penyebab lain tingginya stunting di Aceh juga dipengaruhi oleh konsumsi garam non yodium. Tesis ini dapat dibuktikan dengan temuan sebaran populasi stunting banyak terdapat di daerah pesisir.
Oleh karena itu sebagai wujud tanggung jawab dirinya sebagai pengusaha garam selain melakukan pemberdayaan masyarakat di sekitar usaha, Qurrata Aini juga aktif melakukan sosialisasi pencegahan stunting dengan memberikan edukasi tentang betapa pentingnya mengkonsumsi garam beriodium kepada masyarakat.
Melalui kerja sama dengan pihak kecamatan, peran UD Milhy Jaya semakin dirasakan manfaatnya oleh warga, terutama warga Kecamatan Plimbang dan Peusangan dalam hal pengetahuan tentang garam konsumsi beriodium.
Untuk kecamatan lain di wilayah Kabupaten Bireun mungkin juga telah melakukan hal yang sama seperti di Kecamatan Plimbang dan Peusangan, namun mereka melalui arahan pendamping desa lebih fokus pada garam beriodiyum dari Pulau Jawa.
"Harusnya pemerintah lebih fokus pada produk garam beriodiyum lokal, disamping membantu dalam hal promosi, pada akhirnya juga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah melalui retribusi," ujar Qurrata Aini. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H