BANDA ACEH-Garam telah menjadi konsumsi masyarakat Indonesia sehari-hari, termasuk halnya masyarakat Aceh, khususnya garam dapur yang menjadi salah satu bahan makanan yang paling dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat.
Konsumsi garam per-orang dalam sehari diperkirakan sekitar 5-15 gram atau 3 kilogram per tahun per orang.
Garam konsumsi merupakan jenis garam dengan kadar NaCl sebesar 97% atas dasar bahan kering (dry basis), kelompok kebutuhan garam konsumsi antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan seperti kecap, telur asin, dan pengawetan ikan.
Konsumsi garam pada rumah tangga lebih utama dijadikan sebagai garam dapur. Garam ini menjadi bumbu dapur yang pasti dan selalu digunakan pada setiap rumah tangga serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan.
Sebagai bahan pangan, garam dapur dapat diharapkan menjadi media untuk pemberantasan gangguan akibat kekurangan iodium (gaki), yaitu dengan proses fortifikasi (penambahan) garam menggunakan garam iodide atau iodat seperti KIO3, Kl, Nal, dan lain sebagainya.
Akan tetapi sampai saat ini Indonesia masih mengimpor garam dalam jumlah besar. Produksi lokal belum mampu untuk memenuhi kebutuhan garam domestik yang kemudian memaksa pemerintah untuk mengimpor garam dari negara lain. Benarkah?
![Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Cut Yusminar saat melakukan FGD penggaraman bersama stakeholder di aula dinas setempat, Kamis (18/04/2019)| dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/05/img-20190416-wa0042-5ccea23f8d947a071619e574.jpg?t=o&v=770)
Produksi garam di Provinsi Aceh juga belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri dengan baik dikarenakan teknologi produksi yang belum memadai dan keadaan cuaca yang tidak menentu.
Konsumsi garam per-orang dalam sehari diperkirakan sekitar 5-15 gram atau 3 kilogram per tahun per orang.
Meskipun di Aceh memiliki daerah penghasil garam namun dengan pola produksi yang masih sangat tradisional dengan sistim rebus maka skala produksi yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan garam di Aceh apalagi tersebut adalah garam rakyat non yodium.
Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh permintaan garam untuk kebutuhan konsumsi saat ini mencapai 14.000-15.000 ton per tahun dengan jumlah penduduk 5 juta jiwa, sedangkan tingkat produksi yang ada baru 12.000 ton, berarti terjadi kekurangan atau defisit 2.000 ton per tahun. Belum lagi untuk kebutuhan industri.
Namun jika mengacu pada data potensi penggaraman di Provinsi Aceh sebenarnya Aceh mampu berproduksi garam sampai 24 ribu ton per tahun bila rata-rata produksi 40 kilogram per-hari/petani.
![Lahan garam integrasi di Kabupaten Pidie Jaya](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/05/img-20190307-wa0006-5ccea3313ba7f7298975d942.jpg?t=o&v=770)
Namun berdasarkan data yang dirilis oleh Media Bisnis (09/04/2019), hingga September tahun 2018, Aceh menyumbang 2.117 ton produksi garam rakyat dari total 431.155 ton pada saat itu. Nah jadi di sini kelihatannya ada sedikit perbedaan perhitungan jumlah produksi garam.
Pun demikian, yang pasti adalah Pemerintah Aceh melalui DKP Aceh dan dengan bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tahun ini akan melakukan beberapa terobosan dalam upaya meningkatkan produksi garam di Provinsi Aceh.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Cut Yusminar sebagaimana dilansir Harian Kompas (28/04/2019) telah memprogramkan penerapan teknologi geomembran untuk mendongkrak produksi garam dan melakukan ekstensifikasi lahan atau membuka lahan-lahan baru yang lebih produktif hampir 15.000 hektare. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI