Boleh saja kita menyebut mereka sebagai pejuang demokrasi atau ntah gelar apalagi. Tetapi satu hal bahwa mereka meninggalkan anak yatim, janda atau istri yang telah tiada. Sebutan pejuang demokrasi hanyalah gelar basa-basi tanpa makna bagi mereka yang masih membutuhkan kasih sayang orang tua mereka atau seorang ibu yang merindukan anaknya.
Pejuang demokrasi tak lain hanyalah kalimat penghibur agar mereka (sanak saudara dan keluarga) merelakan kepergian orang-orang yang disayanginya. Sekaligus sebagai tirai untuk menutupi betapa buruknya wajah penyelenggaraan pemilu kita kali ini yang banyak makan korban. Kita perlu lebih banyak melakukan autokritik dan koreksi diri sendiri. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H