Pilpres 2019 telah berakhir, meskipun belum seluruh tahapannya dapat dinyatakan tuntas. Karena saat ini proses perhitungan suara masih berlangsung sampai diumumkan oleh KPU pada 22 Mei 2019 mendatang.
Tetapi meskipun rekapitulasi suara berdasarkan C1 dan C1 plano masih berjalan, kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden telah mengumumkan kemenangan bersadarkan klaim masing-masing.
Jika kubu paslon 01 menyandarkan klaim kemenangannya pada hasil quick count lembaga survei, maka kemenangan kubu 02 paslon Prabowo-Sandi berdasarkan hasil real count internal badan Pemenangan Nasional (BPN) yang dilakukan oleh relawan Prabowo-Sandi dan tim nasional.
Akibat saling klaim tersebut kini suara publik terbelah. Perdebatan publik meningkat tajam baik di media mainstream maupun media sosial. Media mainstream yang ikut menyiarkan hasil quick count lembaga survei melawan media sosial dengan posting C1 plano yang kumpulkan para relawan paslon dilapangan.
Perang opini berlangsung sangat seru. Semua pendukung paslon 02 haqul yakin kandidatnya menang. Mereka memiliki keyakinan mendalam bahwa paslon jagoan mereka akan memenangi pilpres 2019 dengan syarat tidak dicurangi. Begitu pula sikap 01 dan para pendukung.
Memperdebatkan hasil pilpres berdasar klaim, membuat kita hanya berorientasi pada hasil, tanpa peduli bagaimana prosesnya. Situasi ini sangat menyedihkan. Tak peduli bagaimana prosesnya. Halal, haram, hantam, yang penting menang.
Lebih jauh perdebatan publik telah semakin mengkristal pada polarisasi tertentu. Polemik hasil pemilu yang dirilis oleh lembaga survei Indonesia (LSI) sebagai salah satu contoh betapa publik tidak percaya validitas dan keakuratannya. Sehingga LSI pun dipleset menjadi Lembaga Survei Istana (LSI).
Dugaan awam publik yang menuding bahwa lembaga survei dilingkaran istana telah menyembunyikan sesuatu menjadi semakin diyakini bukanlah sebuah isapan jempol belaka. Hal ini terkuak melalui pendapat yang tidak sejalan antara Denny JA dan Bambang Setiawan.
Polemik antara peneliti senior Litbang Kompas Bambang Setiawan dengan Denny JA membongkar fakta yang disembunyikan. Denny seperti disebut oleh Bambang menyembunyikan "angsa hitam." Menggelembungkan elektabilitas Jokowi.
Dapat dibayangkan bagaimana orang sekaliber Bambang Setiawan dengan media Kompas yang dikenal sebagai barisan pendukung petahana mempertanyakan sepak terjang Denny JA yang juga loyalis inkumben. Berarti ada hal yang mereka sembunyikan.
Namun kita sebagai masyarakat biasa dan bukan politisi yang berada dalam salah satu kubu tentu harus hati-hati dan bijak menyikapi hal ini. Jangan tergesa-gesa menuduh, menuding, apalagi sampai menghina pihak-pihak yang kebetulan berseberangan dengan aspirasi politik kita sebagai rakyat.