Setelah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyetop media televisi di Indonesia menyiarkan quick count hasil pemilu 2019 yang menuai kontroversi dan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat, kini muncul wacana atau tawaran mengapa televisi tidak menayangkan hasil real count KPU saja?
Tawaran itu juga datangnya dari pihak KPI. Menurut KPI penyiaran real count KPU untuk memenuhi hak publik mendapatkan informasi terkait hasil pemilu 2019 dari lembaga resmi dan sah sebagai penyelenggara pemilu. Sekaligus sebagai fungsi kontrol publik terhadap rekapitulasi suara.
Dengan mengawal perhitungan suara real count dari KPU, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, hak publik untuk mendapatkan informasi kepemiluan yang valid dari penyelenggara pemilu dapat dipenuhi. Andre mengatakan hal ini terkait tuntutan terhadap lembaga penyiaran untuk menghadirkan konten valid dan dapat dipercaya.
Saya rasa itulah tawaran yang paling tepat untuk mengawal hasil pemilu yang dibiayai oleh negara dengan anggaran sangat mahal tersebut menjadi lebih berkualitas, dan benar-benar beritegritas, serta transparan.
Jika hal itu dapat diwujudkan maka kepercayaan publik terhadap media televisi pun akan pulih kembali. Artinya media televisi terkait dengan penyiaran berita dan informasi publik akan menjadi rujukan utama.
Sebaliknya, publik justru beralih kepada media sosial seperti youtube, yang dipercaya lebih independen atau menyajikan konten yang dapat dipercaya. Karena seringkali narasumber menyampaikannya sendiri secara langsung berbagai informasi dan fakta kepada khalayak melalui akun pribadinya.
Beralihnya publik dari menonton berita di televisi ke media sosial disebabkan karena publik tidak lagi memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap media televisi. Apalagi media televisi yang sudah jelas-jelas berpihak kepada satu kelompok tertentu bahkan adanya kepentingan pribadi pemilik yang sangat kuat dengan politik.
Akibat keberpihakan tersebut tentu saja berpengaruh pada konten berita atau informasi yang tidak lagi objektif. Bahkan terdapat potensi pemutarbalikkan fakta jika dirasa hal itu dapat merugikan sang pemilik media sekaligus ia sebagai politisi maupun kelompoknya.
Karena itu, kemunculan media sosial seperti youtube seyogyanya menjadi ancaman bagi media televisi. Bukan tidak mustahil jika media televisi tidak lagi menjadi arus utama media informasi yang dapat dipercaya, maka masyarakat akan meninggalkan televisi. Tentu saja secara bisnis akan membawa kerugian bagi media itu sendiri.
Dengan begitu saya pikir media televisi perlu pertimbangkan untuk menerima tawaran KPI agar menyiarkan real count KPU saja daripada quick count yang dapat memecah belah bangsa dan "menyesatkan" publik.
Disisi lain dengan menyebarluaskan hasil pemilu berdasarkan real count maka akan mencerdaskan bangsa dan media ikut melakukan kontrol dari potensi atau upaya kecurangan maupun akibat terjadinya kesalahan manusia (human error). (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H