Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pesta Telah Usai, Selamat Datang Presiden Pilihan Rakyat Indonesia

18 April 2019   15:10 Diperbarui: 18 April 2019   15:43 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perhitungan suara secara rill atau manual atau real count memang belum selesai dilakukan oleh KPU. Namun quick count yang rilis oleh lembaga survei memperlihatkan hasil pemungutan suara berdasarkan metode survei yang mereka lakuka. Meski itu hanya sebagai kegiatan survei namun media mainstream cenderung menggiring sebagai hasil pemilu yang dapat dipercayai.

Dari beberapa lembaga survei yang merilis hasil pemetaan suara mereka telah menempatkan pasangan calon petahana sebagai capres-cawapres dengan perolehan suara 50 persen lebih. Sehingga sebagian pendukung 01 telah merayakan pesta kemenangan.

Tetapi rilis quick count meskipun pada pemilu sebelumnya lazim dilakukan namun sebetulnya menuai kontroversi. Perdebatan tentang keabsahan hasilnya pun sering terjadi. Tak jarang banyak pihak yang menuding lembaga survei yang mengeluarkan quick count tidak menerapkan metodologi yang benar.

Tudingan itu bukan tanpa dasar, apalagi jika itu dirasa merugikan salah satu pihak. Sebab pihak yang dirugikan pun melakukan suvei internal sendiri dan hasilnya ternyata sangat bertolak belakang. Tentu hal ini menjadi bias informasi bagi masyarakat. Lagi pula mengapa publik harus diyakinkan dengan hasil survei lembaga-lembaga itu?

Sedang bagi masyarakat sendiri juga memiliki parameter sendiri untuk menilai paslon mana yang menang. Publik biasanya selalu berpedoman pada hasil rekapitulasi surat suara yang dilakukan oleh petugas KPPS pada setiap TPS, dan itulah yang benar.

Jadi hari-hari ini panggung pemilu 2019 sepertinya telah "dikuasai" oleh media yang secara masif dan terstruktur membentuk opini publik dengan memanfaatkan hasil survei dari lembaga-lembaga yang belum terakreditasi tersebut. Ini sangat membahayakan bagi penyelenggaraan Pemilu Indonesia kedepan.

Ada lagi yang patut disayangkan dalam pesta demokrasi kita kali ini soal persiapan yang lemah dari pihak penyelenggara. Walaupun sudah sejak lama KPU dan Bawaslu diingatkan agar dapat mempersiapkan pemilu 2019 dengan cermat apalagi didukung oleh anggaran yang sangat besar. Kemana dana itu mengalir?

Indikasi lemahnya persiapan Pemilu dapat dilihat pada hari pencoblosan. Katakan saja bagaimana carut marutnya saat pencoblosan pemilu luar negeri. PPLN bahkan seperti kaget dan terkejut ketika melihat antusiasme warga Indonesia di negara tersebut yang datang ke TPS untuk menyalurkan hak suaranya.

Karena tidak adanya persiapan yang baik, akibatnya proses tersebut berjalan dengan buruk. Mulai dari DPT yang memiliki nama ganda, distribusi surat suara yang terlambat, sampai kekurangan kertas surat suara. Kenapa bisa? Sehingga banyak calon pemilih yang kecewa karena mereka kehilangan hak pilihnya "dirampas" oleh penyelenggara.

Mimpi buruk penyelenggaraan pemilu 2019 bukan hanya terjadi di satu negara. Hampir semua PPLN di berbagai negara menuai kritik dan pesimisme WNI. Kekecewaan yang mereka alami menjadi pengalaman pahit betapa penyelenggaraan pemilu negeri ini masih jauh dari harapan. Ini belum lagi kita bicara soal kecurangan pemilu.

Saya termasuk orang yang tidak suka menggunjing atau menciptakan kebohongan.  Saya sendiri harus bertengkar dengan KPPS gegara sudah ada yang mencoblos surat suara atas nama saya sesuai dengan DPT.

Tentu saja saya komplain, sampai saya bersikeras di TPS hanya untuk mengembalikan hak pilih saya. Untuk kasus ini pihak pengawas yang ada di TPS sempat merekam perdebatan saya dengan petugas TPS. Meskipun akhirnya hak pilih saya selamat namun tetap saja saya sangat kecewa dan menyesalkan kejadian ini.

Itu fakta yang saya alami yang sendiri bukan pengalaman orang lain. Sekarang coba bayangkan jika saya menerima begitu saja dan tidak mau membela hak saya. Pasti saya termasuk dari jutaan warga lain yang mengalami nasib yang sama.

Sebagai rakyat Indonesia saya sangat sedih dan berduka, bukan karena siapa menang atau kalah, tetapi karena praktis curang dan culas pada pemilu 2019 ternyata masif terjadi dan merata. Hanya mungkin kecurangan yang terungkap tidak terpublis semuanya. Semoga pihak Bawaslu dapat menindaklanjuti setiap laporan yang masuk.

Saya masih yakin bahwa legitimasi kemenangan mesti didapatkan dengan cara-cara yang jujur sebagai ciri khas karekter pemimpin rakyat (bila mengklaim dirinya begitu), bukan dengan cara mencurangi dan menghalalkan segala cara.

Sekali lagi kita masih menunggu hasil perhitungan KPU sebagai hasil yang rill atau faktual sesuai dengan jumlah surat suara yang masuk sebagai penentuan perolehan suara pemilu 2019. Adapun daerah-daerah yang TPS kemarin belum dilakukan pencoblosan agar dapat melakukan pemungutan suara ulang oleh KPU.

Sebagaimana diakui banyak pihak bahwa pemilu 2019 memang sangat kompleks. Bahkan negara lain menyebut Indonesia melaksanakan pemilu terbesar di dunia. Selain dilakukan serentak, kompleksitas pemilu kali ini juga disebabkan karena penggabungan pilpres dan pileg mulai dari pemilihan anggota legislatif tingkat rendah (DPRK) sampai anggota DPR RI.

Sehingga dengan demikian KPU bisa dapat menyiapkan diri secara lebih baik. Mengingat begitu kompleksitas dan rumitnya proses pemilu yang akan dilaksanakan. Tetapi nyatanya rakyat harus menelan kekecewaan akibat dari kurang profesionalnya KPU dalam bekerja.

Pun begitu, apresiasi juga patut kita berikan atas segala upaya yang telah dilakukan, walau belum menghasilkan pemilu yang berkualitas, integritas apalagi. Tentu sekecil apapun usaha harus kita hargai. Selamat menantikan pemimpin baru, Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun