Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Surat Suara Tercoblos di Malaysia, Haruskah Kita Malu?

13 April 2019   09:35 Diperbarui: 13 April 2019   09:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: repelita.com

Sebagai rakyat biasa, generasi penerus bangsa saya sangat prihatin dengan peristiwa tercoblosnya surat suara pilpres Republik Indonesia 2019 di luar negeri. Meskipun hal itu merupakan kecelakaan demokrasi namun polanya dapat membuat rakyat kuatir dan kehilangan kepercayaan terhadap lembagan penyelenggara pemilu.

Isu tercoblosnya surat surat yang menguntungkan salah satu capres peserta pemilu bukan kali ini saja. Sebelumnya yang paling spektakuler adalah 7 kontainer surat suara sudah dicoblos masuk ke Indonesia melalui pelabuhan Tanjung Priok, konon katanya didatangkan dari Tiongkok.

Lalu pihak KPU dibuat repot melakukan crosschek ke tempat dimaksud, inspeksi mendadak pun dilakukan oleh Ketua KPU RI dan timnya pada malam itu. Informasi tersebut memang santer beredar dikalangan masyarakat luas, viral di media sosial, dan disounding oleh para politisi ke publik sebagai wanti-wanti.

Salah satu politisi yang getol menyuarakan surat suara tercoblos yang menguntungkan pihak tertentu yaitu Andi Arief, politisi senior dan Wasekjen Partai Demokrat, yang dimotori oleh SBY. Melalui akun Twitter miliknya, Andi Arief meminta kepada Ketua KPU untuk menverifikasi isu tersebut karena sudah masif dibicarakan publik.

Tentu saja maksud Andi Arief untuk kebaikan dan kehormatan bangsa. Dengan terungkapnya kasus surat suara itu ke masyarakat lalu pihak berwajib memastikan kebenarannya sehingga informasi dapat dipastikan akan kevalidannya. Karena selama pilpres 2014-2019 sekarang ini, hoaks sangat berarti beredar.

Walaupun hasil pemeriksaan dan investigasi pihak KPU isu tercoblosnya 7 kontainer surat suara merupakan hoaks, namun modus pencoblosan surat suara secara ilegal kerap dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi untuk memenangkan salah satu kontestan pemilu termasuk pilpres.

Jadi potensi terjadinya kecurangan pemilu dengan surat suara tercoblos bukanlah tidak nyata tapi memang berlaku. Kasus yang paling terbaru tercoblosnya surat suara yaitu di TPS luar negeri, Malaysia. Pegiat pemilu berhasil menemukan praktik curang yang dilakukan oleh "penjahat" politik yang ingin mencoreng nama baik Indonesia di mata Asing, karena ini terjadi di luar negeri.

Lantas apakah bangsa ini tidak malu dengan Malaysia? Barangkali itulah pertanyaan yang muncul dibenak kita mana kala praktik kotor itu terjadi didepan mata rakyat Malaysia. Ataukah kita biasa-biasa saja karena hal itu sudah lumrah terjadi pada setiap pemilu di Indonesia.

Bagaimana pun kita tidak ingin nama baik Indonesia dan tingkat kepercayaan bangsa lain terhadap Indonesia rendah bahkan hilang sama sekali karena kasus surat suara tercoblos.

Pemerintah Jokowi-Jk harus segera mengusut tuntas dan menyampaikan hasilnya ke publik agar media asing tidak salah dalam memberitakan. Sebagaimana kita tahu paska peristiwa itu, media asing ramai-ramai memberitakannya.

Bahkan berita memalukan ini diangkat dan diberitakan oleh media-media besar internasional. Bukan sekedar media online yang jangkauannya sedikit.

Media ternama Amerika Serikat, Washington Post mengangkat berita ini dengan tajuk "Indonesia to probe warehouse of ballots in Malaysia".

New York Times juga mengangkat berita ini dengan judul yang sama. Judul senada dibuat oleh media Bloomberg, "Indonesia Probes Election Fraud in Malaysia".

Media South China Morning Post juga mengangkatnya dengan judul "Indonesia election: 50,000 votes for Joko Widodo and ally found in diplomatic bags in Malaysia." Dan Media-media Malaysia, seperti The Star, Malay Mail juga memberitakan kasus ini.

Kita tidak ingin menunjuk hidung siapa pihak yang melakukan perbuatan bejat ini. Namun yang kita kritisi adalah lemahnya pengawasan pemilu oleh lembaga negara yang diberikan tanggung jawab untuk menjalankan pemilu beritegritas ternyata gagal dilakukan.

Sangat prihatin, apalagi dengan anggaran pemilu yang mencapai 25 triliun. Ini sangat mengecewakan rakyat Indonesia.

Oleh karena itu pemerintah bersama dengan KPU, Bawaslu, dan aparat keamanan dan dibantu oleh panitia pemungutan suara dapat menjaga amanah rakyat dengan penuh tanggung jawab. Kalau pun capres petahana ikut serta mestinya dapat menjadikan kualitas pilpres semakin baik, berkualitas, dan beritegritas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun