Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Illiza Sa'aduddin Djamal, Pendapatan Asli Aceh Stagnan

24 Maret 2019   06:46 Diperbarui: 24 Maret 2019   06:53 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Muhammad Nasir menerima penghargaan setelah menjadi pembicara pada acara seminar Politeknik Kutaraja - dokpri

"Aceh terlena dengan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), karena itu kurang berupaya untuk meningkatkan pendapatan dari sektor lain, yang menjadi pendapatan asli daerah", demikian dikatakan Illiza Sa'aduddin Djamal ketika mengisi acara seminar dihadapan mahasiswa Politeknik Kutaraja Banda Aceh, Sabtu (23/03/2019).

Seminar yang bertemakan Peran Leadership dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Diikuti oleh seratusan peserta dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa dan dosen. Bukan hanya dari kalangan dosen dan mahasiswa Politeknik Kutaraja sebagai penyelenggara acara tetapi juga dari berbagai perguruan tinggi lainnya di Aceh.

Menurut Illiza Sa'aduddin Djamal pengelolaan keuangan daerah erat kaitannya dengan efesiensi dan transparansi. Seorang kepala daerah harus mampu mengawal seluruh proses perencanaan pendapatan dan pelaksanaan anggaran secara efektif. Sehingga postur keuangan akan lebih berimbang.

"postur keuangan daerah yang berimbang ditopang oleh dana transfer dan juga pendapatan asli daerah yang terus meningkat dan tumbuh dari berbagai sektor ekonomi, namun sayang pendapatan asli Aceh sepanjang tiga tahun terakhir cenderung stagnan." kata Illiza.

Dikaitkan dengan leadership, maka Aceh membutuhkan sebuah kepemimpinan yang visioner. Pemimpin yang tidak terlena dengan DOKA dan nyaman dengan dana transfer pusat saja, sehingga tidak ada upaya yang signifikan dalam menggenjot pendapatan asli Aceh (PAA). Padahal DOKA akan segera berakhir.

Illiza menambahkan pemimpin Aceh perlu memikirkan bagaimana postur keuangan daerah Aceh paska DOKA 2027. Apalagi saat ini dengan dana besar itu juga tidak mampu menurunkan angka kemiskinan di Aceh secara signifikan. Hal ini berarti tata kelola DOKA patut menjadi pertanyaan publik.

Berdasarkan pengalamannya sepanjang memimpin Kota Banda Aceh baik pada saat sebagai wakil wali kota maupun ketika menjabat sebagai wali kota, seorang kepala daerah mesti kreatif menggali sumber-sumber pendapatan daerah untuk menambah kemampuan fiskal dalam membiayai pembangunan daerahnya.

Selain itu dalam tata kelola keuangan daerah juga perlu mengoptimalkan teknologi elektronik untuk menciptakan tranparansi dan mencegah kebocoran anggaran. Dengan sistem berbasis elektronik akan mudah dipantau dan awasi serta menilai kinerja aparatur. Sehingga perilaku amanah, jujur dan bersih akan menjadi budaya kerja aparatur.

Sementara itu Dr. Muhammad Nasir, M.Si.,MA. Ketua Jurusan EKP Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah yang juga menjadi pembicara pada seminar tersebut dalam pemaparannya mengatakan pengelolaan keuangan daerah di era otonomi daerah memberi implikasi bagi publik.

Otonomi daerah seyogyanya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks tata kelola keuangan daerah adalah adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah.

Menurut Nasir keadaan tersebut hanya akan tercapai apabila lembaga sektor publik dikelola dengan memperhatikan value for money (VFM). Konsep VFM tersebut penting bagi pemerintah sebagai pelayan masyarakat karena dapat meningkatkan efektivitas pelayanan publik, meningkatkan mutu pelayanan publik, efesien, berorientasi pada kepentingan publik, dan meningkatkan public cost awarness.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa besarnya DOKA harus mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah, dan yang paling penting adalah mampu menurunkan kemiskinan. Dengan mengutip data Bank Indonesia Nasir menunjukkan jika tingkat kemiskinan di Aceh turun menjadi 15,68 persen (2018) dari sebelumnya 15,92 persen pada tahun (2017).

"Senada dengan Illiza meskipun kemiskinan cenderung menurun namun penurunannya sangat kecil sekali, tidak sebanding dengan kemampuan anggaran DOKA yang besar." kata Muhammad Nasir.

Acara seminar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Prodi MKSP (Himapro-MKSP) itu dibuka oleh Direktur Politeknik Kutaraja, Supriyanto, SP.,M.Si. serta dihadiri oleh Ketua Yayasan Sarana Ilmu Kutaraja (YPSIK), Abdul Manaf, SE. selaku badan penyelenggara pendidikan Politeknik Kutaraja.(*)

Info Foto

Dr. Muhammad Nasir menerima penghargaan setelah menjadi pembicara pada acara seminar Politeknik Kutaraja - dokpri
Dr. Muhammad Nasir menerima penghargaan setelah menjadi pembicara pada acara seminar Politeknik Kutaraja - dokpri
Direktur Politeknik Kutaraja, Supriyanto, SP.,M.Si. menyerahkan piagam penghargaan kepada Illiza Sa'aduddin Djamal pada Seminar Keuangan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Manajemen Keuangan Sektor Publik (MKSP) Politeknik Kutaraja, Sabtu (23/03/2019) - dokpri
Direktur Politeknik Kutaraja, Supriyanto, SP.,M.Si. menyerahkan piagam penghargaan kepada Illiza Sa'aduddin Djamal pada Seminar Keuangan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Manajemen Keuangan Sektor Publik (MKSP) Politeknik Kutaraja, Sabtu (23/03/2019) - dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun