Ternyata jawaban yang saya temukan sangat berbeda dengan apa yang kami rasakan. Bahkan teman-teman doktornya itu tidak melihat sedikitpun ada perubahan, artinya masih mudah dihubungi, bicara, dan tidak ada masalah dalam hubungan.
Lalu, investigasi pun saya selesai dan kami telah menemukan hasil awal sebelum sampai pada kesimpulan.
Kemudian beberapa hari setelah itu, saya pun seperti biasa yaitu selalu bersosialisasi dengan berbagai siapa saja. Bukan hanya seusia saya bahkan tak jarang saya juga memiliki begitu banyak teman dari berbagai latar belakang pendidikan dan usia yang bervariasi. Termasuk anak-anak dan remaja.
Namun untuk kebutuhan tertentu melalui pertemanan saya pasti menentukan pilihan. Mau tidak mau harus memutuskan apakah dia termasuk orang yang dapat diandalkan atau tidak. Begitulah rupa ketika kita memiliki teman yang level sosialnya sudah "meninggi."
Kadang kita sering kecewa mengharapkan segalanya dari teman yang menurut kita masih sejawat walaupun berbeda kelas. Kecewa karena apa yang biasanya kita lakukan sama-sama alias saling membantu namun kini tidak seperti itu lagi. Hanya karena gelar akademik membuat ia menjauh dari kita bahkan cenderung menolak dan menghindar.
Pengalaman ini saya rasa sudah berulang kali dengan orang-orang yang berbeda.Â
Sekiranya itu perilaku seseorang rasanya tidak mungkin, tetapi untuk mengatakan bahwa itu sebagai prilaku umum juga masih perlu kajian lebih lanjut.Â
Namun hendaknya jika kita pada posisi sebagai orang super sibuk, bergelar doktor, memiliki jabatan mentereng, maka janganlah menjadi orang yang menutup akses bagi teman lama atau teman yang sudah beda status sosial. Biasa sajalah!
Obrolan ringan petang hari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H