Hidup memang penuh misteri, lika likunya sulit ditebak dan diprediksi. Tidak ada seorang pun yang dapat memastikan apa yang akan terjadi satu menit kedepan, kecuali apa yang telah dikabarkan bagi manusia sebagai suatu kebenaran.
Siapa menduga Ahmad Dhani, seorang musisi terkenal bakal bercerai dengan istrinya yang cantik, Maya Estianti itu. Siapa pula dapat memastikan jika istri ia berikutnya adalah Jeng Mulan Jameela yang juga sangat cantik. Tidak ada yang tahu, saat itu atau sebelum hal itu terjadi.
Begitu pula hari ini, Ahmad Dhani telah divonis bersalah menurut hakim dan dijebloskan dalam penjara dan ditahan. Bahkan mungkin ia sendiri juga tidak menduga bakal menyandang status narapidana seperti saat ini. Begitulah kehidupan, penuh misteri.
Memang kata orang, "apa yang kita tanam itu yang akan kita tuai. Menabur angin tentu menuai badai." begitu kata-kata saktinya. Tapi apakah kalimat-kalimat itu sudah menjadi dogma? Sudah pasti berlaku kausalitas tersebut? Lagi-lagi jangan terjebak.
Apalagi jika kalimat sakti diatas jika dikorelasikan dengan politik, wah belum tentu akan menghasilkan sebuah tesis yang valid. Sebab kenapa? Dalam politik itu sendiri sering berlaku fenomena-fenomena antitesis. Konon jika politiknya berjalan diatas "manhaj" nafsu kekuasaan dan menghalalkan segala cara untuk berkuasa.
Namun faktanya Ahmad Dhani telah dihukum melalui sistim peradilan yang berlaku. Bukankah itu berarti ia bersalah? Berarti juga membuktikan ia telah melakukan perbuatan melawan hukum? Namun siapakah yang membuat hukum tersebut? Bukankah pula dizaman kolonial para pejuang juga divonis bersalah dimuka pengadilan dan dijebloskan dalam penjara? Lalu Anda berada disudut yang mana?
Jadi pro kontra kasus Ahmad Dhani akan terus bergulir menjadi sebuah polemik yang berujung bukan lagi pada konteks hukum. Tetapi ditarik pada persoalan politik. Dan faktanya ini memang perkara politik yang mau diselesaikan dengan pendekatan hukum. Jika kita tidak ingin mengatakan Ahmad Dhani telah dibungkam dengan pasal-pasal dalam KUHP dan ayat-ayat ujaran kebencian.
Beberapa kelompok masyarakat memang meragukan jika kasus Ahmad Dhani sebagai kasus hukum murni. Sebab sebagaimana diketahui mantan vokalis dewa 16 tersebut kini mulai menggeluti dunia politik dan aspirasi politiknya berseberangan dengan presiden yang saat ini sedang berkuasa.
Ahmad Dhani kerap mengkritik Jokowi dengan keras. Bahkan melontarkan kata-kata tajam dalam konteks politik penantang. Tak jarang program-program yang dijalankan oleh pemerintahan JKW-JK dianggap sebagai angin lalu. Dhani dan kubu Prabowo-Sandi dalam banyak hal menilai pemerintahan saat ini telah gagal mensejahterakan rakyat.
Nada-nada sinisme politik memang tidak selalu linear dengan falsafah hukum. Mungkin keduanya saling bertolak belakang apalagi bila dinilai pada politik praktis. Hukum selalu mengedepankan norma-norma kaku dan statis dalam menilai sebuah perilaku. Adapun subjektivitas hakim terkadang tidak membuat norma hukum yang kaku menjadi lebih baik, adil, dan dapat diterima.
Sementara logika berpikir politik praktis berupaya mempengaruhi orang lain untuk menerima norma yang mungkin kita ciptakan. Sehingga upaya-upaya penggiringan opini pun dilakukan untuk mengaktualisasikan diri pada pemikiran orang lain, terlepas pemikiran politik yang kita usung benar atau salah.
Jika target itu berhasil dicapai, maka falsafah hukum menjadi dikesampingkan. Sebagai contoh, money politic disepakati sebagai pelanggaran hukum. Tetapi membantu orang miskin dan memberikan anggaran hibah justru dianggap baik, padahal konteksnya adalah politik.
Contoh lain seperti halnya kampanye hitam, itu dibolehkan. Padahal dalam paradigma hukum sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan orang lain dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma. Dan karenanya dapat diajukan ke pengadilan. Jadi kasus apapun yang muncul karena politik dan ditarik ke ranah hukum, maka akan memunculkan kerancuan hukum.
Pandangan ini bukan berarti menafikan delik hukum dalam berpolitik. Justru saya ingin katakan bahwa hukum di Indonesia masih sangat lemah dalam mengkatrol cara kerja politik yang cenderung menggunakan pendekatan kekuasaan. Sehingga kita harus mengakui bahwa sebagian pendapat yang mengatakan kasus Ahmad Dhani memang tidak murni persoalan pelanggaran hukum yang dakwakan pada dirinya. Sebab dibalik itu ada kekuatan politik yang bekerja melalui tangan kekuasaan kehakiman.
Namun demikian pada sudut pandang yang lain. Justru saya senang melihat sikap Ahmad Dhani yang sangat tenang dan lunak ketika mendengarkan vonis dibacakan. Bahkan setelah usai sidang, Dhani masih mampu mengelola emosinya dengan baik. Tidak terlihat pada dia perilaku agresif dan meledak-ledak dalam men-counter keputusan pengadilan. Ini sebuah pelajaran baik yang telah mampu ia ambil.
Self management yang terlihat cukup baik yang ditampilkan oleh Ahmad Dhani menjadi awal yang sangat bagus bagi terciptanya kepribadian politisi andal di masa yang akan datang. Ketenangan emosi dalam menerima tekanan adalah modal besar yang harus dimiliki politisi hebat.
Sejarah pun telah membuktikan jika penjara bukanlah tempat yang mematikan jiwa seseorang. Walaupun secara fisik mereka terkurung, namun jiwa mereka tetap merdeka, pemikiran mereka justru semakin cemerlang, menjadi lebih matang dan bijak dalam bertindak, sehingga sejarah telah mencatat banyak orang-orang besar terlahir di dalam penjara.
Jadi penjara itu akan menjadikan sebagai apa bagi seorang narapidana, sangat tergantung pada bagaimana seseorang tersebut memandangnya. Apabila dipandang sebagai tempat "bunuh diri", maka hal itu pula yang terjadi. Tetapi apabila dipandang sebagai tempat memperbaiki diri, bertaubat atas dosa dan kesalahan, bahkan sebagai tempat melakukan pembelajaran untuk menjadi seseorang yang lebih baik.
Itulah alasan mengapa saya mengatakan bahwa penjara akan menjadi "sekolah" yang tepat bagi Ahmad Dhani. Karena saya berpikir bagi seorang Dhani perlu melewati proses ini sebagai pendidikan bagi kebesaran jiwanya. Sehingga kedepan ia menjadi seorang politisi yang cerdas, berani, dan tidak takut dengan jeruji besi dalam membela kebenaran dan keadilan bagi segenap bangsa. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H