Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Laporan "World's Most Literate Nations", Indonesia Darurat Literasi Membaca

28 Januari 2019   16:15 Diperbarui: 29 Januari 2019   10:24 20226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca (shutterstock.com)

Sejujurnya fakta ini siapapun dapat melihat dengan jelas. Tidak adanya ketertarikan bangsa ini dengan dunia baca dapat dirasakan oleh siapapun yang hidup atau pernah hidup di Indonesia. Bahkan jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, justru kakek nenek kita lebih mencintai buku, menulis, dan belajar ilmu pengetahuan daripada generasi sekarang.

Sehingga apabila diukur, maka dapat dikatakan literasi baca di Indonesia telah mengalami kemunduran. Indikator tersebut terkonfirmasi dengan hasil survei UNESCO. Data lainnya masih dari UNESCO juga menggambarkan bagaimana rendahnya keinginan membaca orang Indonesia. Indeks membaca kita sekitar 0,001%. Artinya dalam setiap 1000 orang, hanya satu yang memiliki minat membaca.

Indonesia perlu belajar pada negara Finlandia dalam memajukan budaya literasi di tanah air. Finlandia bukanlah negara besar dibagian eropa. Ia hanya sebuah negara kecil yang jumlah penduduknya kurang lebih 5,505 juta jiwa, dengan luas 338,424 km. Namun mereka mampu menjadikan dirinya sebagai negara dengan model pendidikan terbaik dunia, termasuk budaya literasi baca.

Konon lagi Indonesia negara besar dan memiliki segalanya. Kekayaan alam yang melimpah, sumber daya manusia mencapai 260 juta jiwa lebih. Seyogyanya kita lebih mampu dari Finlandia dalam segala hal. Namun nyatanya Indonesia masih kalah dari Filipina sekalipun dalam konteks budaya literasi membaca.

Berangkat dari masalah tersebut, sudah saatnya para pengambil kebijakan di negeri ini untuk mengubah keadaan. Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan wajib menyusun strategi yang tepat untuk mendorong terciptanya sebuah budaya membaca yang melekat pada kepribadian bangsa. Jika diistilahkan dengan bahasa sekarang, kebiasaan membaca mesti menjadi otomasi gaya hidup setiap orang Indonesia.

Bagaimana caranya? Pertama, hilangkan doktrinasi bahwa membaca merupakan urusan sekolahan. Hapus cara pandang bahwa hanya siswa dan mahasiswa saja yang pantas membaca atau bahkan wajib membaca.

Sudah menjadi pemahaman umum yang seolah-olah telah menjadi kebenaran mutlak kegiatan membaca, belajar, berpikir ilmiah, itu adalah ranahnya dunia sekolah, kampus, atau institusi pendidikan. Sehingga masyarakat diluar koridor tersebut tidak memiliki kewajiban moral untuk membaca dan mengembangkan literasi membaca. Sebetulnya tidaklah demikian. Membaca dan belajar tidak ada batasnya.

Kedua, berikan penghargaan yang tinggi bagi aktivitas membaca dan mengembangkan literasi. Penghargaan yang dimaksud adalah kompensasi yang setimpal. Kompensasi itu dapat berwujud dalam ragam bentuk, baik materi maupun non materi.

Ketiga, kembangkan literasi berbiaya rendah. Tak bisa dipungkiri jika salah satu kendala besar dalam menumbuhkan minat baca dikalangan masyarakat adalah persoalan ekonomi.

Bagiamana seorang ayah atau orang tua mengajak anak-anak mereka untuk membaca 40 buku pertahun jika biaya untuk makan sehari-hari saja susah? Anda tidak cukup dengan mengatakan, "kan bisa datang ke pustaka pemerintah?" atau "disekolah atau kampus kan ada pustakanya."

Jika Anda berkata demikian, berarti Anda dan kita semuanya belum memahami persoalan mendasar bangsa Indonesia yang menjadi hambatan dalam meningkatkan minat baca. Ketertarikan seseorang terhadap dunia baca bukan persoalan hobi atau passion. Namun ada kaitannya dengan ekonomi, sosial, budaya bahkan kebijakan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun