Tahun 2019 adalah tahun yang sangat penting bagi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 5 Telekomunikasi Banda Aceh, pasalnya pemerintah telah menetapkan pendidikan vokasi sebagai program prioritas sektor pendidikan dalam mewujudkan Nawacita Pemerintahan Jokowi-Jk.
Program revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dicanangkan oleh rezim Jokowi-Jk dilatarbelakangi oleh fakta bahwa dimana negara maju telah menempatkan pendidikan vokasi sebagai basis bagi kemajuan negara mereka. Misalnya Jerman, kita bisa melihat hampir 80 persen pendidikan menengah di negara tersebut adalah SMK.
Dengan memajukan sekolah vokasi, pertumbuhan ekonomi Jerman semakin positif. Industri-industri Jerman digerakkan oleh lulusan SMK yang memiliki keahlian dalam industri manufaktur. Inilah rahasia kemajuan teknologi di negara bagian eropa tersebut.
Namun apakah di Jerman saja? Ternyata bukan hanya di Jerman, bahkan di Cina juga sangat support sekolah vokasi. Senada dengan Jerman, sekolah vokasi di Cina juga hampir 90 persen lebih. Dan hasilnya Cina mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata negara lain.
Pemerintahan Jokowi-Jk memang sudah mencanangkan revitalisasi SMK, namun hal itu tidak cukup hanya sebatas retorika belaka. Tapi perlu direalisasikan dan bukti nyata. Percuma jika kebijakannya sudah tepat jika tidak diikuti oleh aksi atau implimentasi dilapangan.
Begitu pula pemerintah daerah, perlu merespon program pendidikan yang bersifat nasional, apalagi jika kebijakan tersebut dapat memberikan keuntungan bagi kemajuan daerah. Pengembangan SMK tentu saja sangat sesuai dengan kebutuhan daerah saat ini. Karena titik pusat pertumbuhan sekarang ini mulai bergeser dari kota ke desa.
Apabila sumber daya manusia lulusan SMK yang dominan di desa-desa dapat diberdayakan, maka ekonomi desa akan tumbuh baik, dan pengangguran di desa akan berkurang karena peran lulusan SMK dalam menciptakan lapangan kerja dan mampu bekerja dengan skill atau keahlian yang dimilikinya terpakai.
Karenanya dalam rangka menjadikan SMK lebih berkualitas, pemerintah seharusnya menyediakan berbagai kebutuhan sekolah. Jangan sampai seperti yang terjadi di SMKN 5 Telkom Banda Aceh. Para siswa-siswi belajar dengan ruangan kelas yang kurang nyaman, dan bahkan ruangan gelap, serta minim fasilitas.
Belum lagi kekurangan tempat praktik seperti laboratorium komputer, bengkel IT, lab multimedia, dan sarana serta infrastruktur pendukung utama untuk melahirkan lulusan-lulusan SMK yang memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Menurut penuturan wakil kepala sekolah bidang hubungan masyarakat (Humas) SMKN 5 Banda Aceh, Zulkarnaen, jika sekolahnya masih menggunakan gedung bekas SMK Penerbangan. Artinya SMKN 5 Telkom belum memiliki gedung sendiri.
"dari sisi minat siswa masuk ke SMK tiap tahun terjadi peningkatan, namun saat ini kami masih menggunakan segala fasilitas yang ada dan belum memiliki gedung sendiri". Kata Zulkarnaen.
Saat ini jumlah siswa yang menempuh pendidikan di sekolah ini mencapai 250 siswa. Mereka berasal dari berbagai daerah di Aceh. Apalagi SMKN 5 Telkom Banda Aceh memiliki program beasiswa daerah 3 T (Terluar, Terisolir dan Tertinggal). Dimana beasiswa ini berasal dari pemerintah pusat. Program ini sangat membantu siswa-siswi yang tergolong dalam ekonomi lemah dan berasal dari daerah tertinggal dalam melanjutkan pendidikan mereka.
Kendala lain yang saat ini dihadapi oleh SMKN 5 Telkom Aceh adalah kekurangan tenaga pengajar yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Dari total guru dan instruktur yang selama ini bekerja di sekolah tersebut, 70 persennya adalah guru honor. Mereka berasal dari kalangan praktisi dan profesional. Sedangkan sisanya PNS, yang hanya 30 persen saja. Sehingga biaya operasional sekolah sangat tinggi.
Oleh karena itu pihak sekolah sangat berharap ada perhatian pemerintah untuk membantu SMKN 5 Telkom jadi lebih baik, representatif, dan syukur-syukur menjadi sekolah SMK favorit. Dengan menyediakan laboratorium dan guru yang cukup dan berkualitas.
Jadi rasanya sangat disayangkan jika dengan prestasi yang ditorehkan oleh SMKN 5 Telkom selama ini namun pemerintah justru mengabaikannya. Terlebih kepada pemerintah daerah, sudah semestinya mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar untuk mengembangkan sekolah SMK dan membantu biaya operasional sekolah.
Dengan begitu generasi muda Aceh akan memiliki keahlian dan skill setelah menamatkan pendidikan di sekolah-sekolah kejuruan. Hal ini sangat penting mengingat Aceh masih menyandang daerah paling miskin di sumatera. Sangat ironi ditengah anggaran daerah yang cukup banyak namun kemiskinan juga meningkat. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H