Inilah kesalahan yang nyata sekali dilakukan oleh seorang dosen atau peneliti ketika mengirimkan karya tulis ilmiah mereka ke sebuah jurnal untuk dipublis tanpa adanya perlindungan HaKI sebelumnya. Disadari atau tidak ini adalah kebodohan yang dilakukan oleh dosen atau peneliti.
Bukan hanya itu bahkan seorang dosen atau peneliti harus membayar mahal pubhliser agar karyanya dapat diterbitkan. Celakanya lagi, hal itu dilakukan untuk memenuhi target kredit yang dibutuhkan oleh dosen untuk kepangkatan dan jabatan fungsionalnya yang diwajibkan oleh Kemenristek Dikti.
Sehingga tidak salah jika seorang dosen Universitas Syiah Kuala, Dr. Ir. Abdullah, M.Sc. mengatakan "ini adalah kebodohan yang dilakukan oleh dosen dan pemerintah, meskipun hal tersebut kini mulai disadari oleh Kemenristek Dikti sehingga sosialisasi HaKI gencar dilakukan bagi dosen dan peneliti Indonesia."
Oleh sebab itu dosen dan peneliti kini perlu memahami dan mulai melakukan perlindungan karya ilmiah mereka dengan mengurus HaKI ke Kementerian Kehakiman. Daftarlah setiap karya kita yang memiliki nilai jual dan mempunyai keunggulan, keunikan, dan dapat digunakan oleh orang lain sebagai sesuatu yang bermanfaat.
Dengan cara ini maka karya tulis dan hasil penelitian dapat diakui sebagai karya intelektual yang tidak bisa diklaim oleh pihak lain sebagai karyanya sendiri. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui hak cipta, hak paten, hak merek, dan hak milik karya tulis. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H