Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sri Mulyani Indrawati Tidak Membantah Utang Indonesia 9.000 Triliun Rupiah

24 Desember 2018   19:38 Diperbarui: 24 Desember 2018   19:46 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Wisma Putra/m.detik.com

Tsunami berita hari ini lagi-lagi muncul dari mulutnya Prabowo Subianto. Capres nomor urut 02 mengkritisi utang Indonesia secara tajam. Karena omongan Prabowo tersebut telah membuat Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati angkat bicara. Bukan hanya Menkeu bahkan Luhut Binsar Panjaitan pun tidak tinggal diam untuk membela Menteri Keuangan kesayangan Presiden Jokowi itu.

Pernyataan Prabowo Subianto yang dinilai salah paham atau gagal pikir oleh Sri Mulyani namun mampu membuat dirinya kepanasan. Sehingga ia pun bereaksi dengan menjelaskan soal utang pemerintah. Senada dengan Luhut Binsar Panjaitan yang menyindir Prabowo Subianto tidak paham soal utang, karenanya lebih baik diam dan tidak usah ngomong.

Luhut menuding Prabowo Subianto "bego" dan tidak mengerti soal utang. Sehingga Luhut menyarankan agar tidak usah dibicarakan. Sebaliknya Luhut mengklaim bahwa pemerintah Indonesia memahami utang Indonesia.

Memang bagi saya berita ini juga bikin terkaget-kaget. Terus terang saja baru hari ini saya mendengar bahwa utang Indonesia mencapai 9.000 triliun. Padahal yang saya tahu dan sering dengar dari rilis pejabat Kemenkeu RI utang Indonesia hanya Rp 4.478,57 triliun (per Oktober 2018), meskipun tren utang Indonesia cenderung terjadi peningkatan. Namun saya tidak membayangkan jika sebenarnya hingga 9.000 triliun.

Berdasarkan rilis detiknews (24/12/2018), dengan mengutip data lembaga Moody's yang jadi sumber rujukan berita Bloomberg, Prabowo Subianto mengatakan "Utang pemerintah memang Rp 4.478,57 triliun, tapi ada utang BUMN ditambah Rp 600 triliun. Ditambah lagi utang lembaga keuangan publik, Rp 3.850 triliun. Kalau kita jumlahkan ya hampir Rp 9.000 triliun lebih,". Demikian Prabowo Subianto merincikan.

Oleh karena itu pasangan Cawapres Sandiaga Uno ini memandang bahwa kondisi utang Indonesia sudah berada pada level bahaya. Yang jika tren ini dilanjutkan, maka akan membahayakan Indonesia kedepan.

Kalau pembiayaan pembangunan, infrastruktur, dan belanja rutin mengandalkan utang akan berpengaruh pada kedaulatan Indonesia nantinya, baik secara ekonomi maupun politik internasional. Karena bagaimanapun negara kreditor pasti memiliki kepentingan dan agenda dalam pemberian utang-utangnya.

Namun berbeda dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meskipun utang Indonesia relatif meningkat akan tetapi masih dalam kategori aman. Bahkan Menkeu mengatakan jika PDB kita saat ini mencapai Rp15.000 triliun, jika pun dibandingkan dengan utang Rp4.478,57 triliun, rasionya baru 29,9 persen. Menurut Sri masih dalam batas dibolehkan oleh Undang-undang kita.

Dalam pernyataannya tersebut Menteri Keuangan tidak secara tegas membantah bahwa memang Indonesia memliki utang Rp9.000 triliun seperti yang dikutip oleh Prabowo Subianto.

Tetapi Sri Mulyani menepisnya dengan sedikit berdiplomasi. Sri Mulyani mengatakan, setiap entitas memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri atas utangnya. Kalimat Menkeu bermaksud mengatakan korporasi yang memiliki utang tentu menjadi kewajiban untuk mengembalikan, artinya itu bukan tanggung jawab pemerintah.

Saya bisa mengerti apa yang disampaikan oleh Sri Mulyani Indrawati terkait utang korporasi swasta. Namun yang menjadi pertanyaan, jika korporasi gagal membayar utang-utangnya kepada pihak ketiga yang berada di luar negeri lalu itu menjadi tanggung jawab siapa?

Untuk menguatkan posisinya lalu Sri Mulyani Indrawati membandingkan indeks utang Indonesia dengan Malaysia dan India yang jauh melampaui rasio 29,9 persen. Bahkan India mencapai 54 persen. Sehingga pemerintah masih berkeyakinan bahwa utang Indonesia relatif lebih aman. Apalagi Kementerian Keuangan Republik Indonesia dalam mengelola utang mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Namun yang namanya utang tentu saja pasti memiliki resiko. Walaupun saat ini pemerintah mengatakan utang kita masih aman, rasionya masih sehat karena ditopang oleh PDB yang tumbuh baik. Tetapi bagaimana jika variabel moneter dan keuangan global berubah dan memberikan sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia? Siapa bisa menjamin bahwa PDB Indonesia tidak mengalami penurunan? Siapa berani jamin bahwa kurs dolar tidak akan naik? Variabel tersebut tentu saja mempengaruhi utang Indonesia.

Lagi pula antara utang dan PDB tidak ada hubungannya. Artinya utang tidak berpengaruh terhadap PDB, apalagi jika digunakan untuk pembiayaan yang sifatnya konsumtif. Bahkan untuk membangun infrastruktur pun jika tidak memberi efek positif bagi lapangan kerja masyarakat Indonesia, investasi itu pun hanya menjadi simbol kemegahan saja.

Oleh karena itu mestinya manajemen utang Indonesia lebih baik lagi, terkoordinir dan transparan. Rakyat tentu tidak ingin hidupnya dibebani dengan hutang negara yang menggunung, sementara setiap hari kita selalu ditanamkan bahwa Indonesia adalah negara besar, kaya raya dan diibaratkan seperti surga. Namun kenyataannya untuk membiayai diri sendiri saja masih utang sana-sini. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun