Dalam berita sebuah televisi swasta nasional merilis tentang tertangkapnya seorang oknum calon legeslatif (caleg) dari partai nasional peserta pemilu, Mansur Muin, warga Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, yang juga merupakan caleg dari Partai Perindo diduga mengedarkan uang palsu. Berita ini juga sudah dirilis oleh media online.
Dari informasi yang disajikan, uang palsu (upal) tersebut mula diedarkan saat yang bersangkutan mengisi BBM di sebuah SPBU. Karena petugas pengisi BBM curiga, meskipun terduga pengedar upal sudah pergi lalu dipanggil oleh pekerja. Kemudian diketahui bahwa uang yang ada tersebut merupakan upal.
Walaupun upal yang diedarkan hanya tiga lembar pecahan 50 ribu atau setara nilai 150 ribu, MM kini terpaksa berurusan dengan polisi dan mempertanggungjawabkan kejahatannya didepan pengadilan. Atas dasar penangkapan tersangka MM, lalu polisi mengembangkan kasus ini hingga menemukan tersangka lain lagi dan ikut menyita barang bukti upal sejumlah jutaan rupiah.
Maraknya peredaran upal menjelang pemilu patut menjadi sesuatu yang harus segera diantisipasi dan waspadai. Karena kejahatan ini bukan hanya merugikan masyarakat namun juga dapat menjadi variabel pengganggu perekonomian suatu daerah dan nasional.
Menurut Bank Indonesia (BI) rasio jumlah peredaran upal tahun 2017 mengalami penurunan. rasio peredaran uang palsu pada tahun lalu menjadi 8 lembar per 1 juta uang yang beredar sepanjang 2017. Jika dibandingkan tahun lalu, rasionya mencapai 13 lembar per 1 juta yang beredar pada 2016.
Momentum tahun politik sengaja dimanfaatkan oleh sejumlah oknum politisi untuk menyuap masyarakat dengan menggunakan upal. Sebagai masyarakat awam patut kuatir dengan kondisi money politic yang dimainkan oleh para oknum. Indikasi peredaran upal menjelang pemilu menguatkan dugaan bahwa praktek permainan uang dalam pemilu tidak dapat terbantahkan.
Meskipun Bank Indonesia mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir terkait peredaran uang tahun politik yang cenderung meningkat. Namun BI dan pemerintah juga tidak cukup hanya melakukan himbauan saja tapi perlu melakukan upaya-upaya penindakan secara hukum dengan cepat dan tepat, ditambah hukuman berat.
Bobroknya mentalitas politisi yang masih melakukan praktek politik uang membuat kualitas pemilu Indonesia sangat buruk. Disamping cenderung akan terpilih politisi yang memiliki modal besar, juga menghasilkan pejabat yang tidak memiliki kapasitas, kapabilitas, dan integritas. Bahkan politisi korup.
Money politic gaya Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Maksud saya gaya Indonesia adalah politisi yang sering memberikan uang "terima kasih" bagi calon pemilih, seolah-olah pemberian tersebut bukan politik uang. Saya katakan sudah berlangsung lama karena pada model pemilu tidak langsung pun sudah ada praktek uang.
Namun menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan, sistem pemilihan umum langsung memiliki andil munculnya praktik politik uang di dalam partai politik. Menurut dia, pemilu langsung membuka celah untuk transaksi politik yang tidak semestinya. Selain itu, pihak yang diuntungkan dari sistem ini bukan partai politik melainkan lembaga survei.
Melihat fenomena ini, masyarakat juga harus lebih cerdas dalam memilih calon yang akan diusung. Pilihlah kandidat yang benar-benar memiliki kualitas baik, beriman, dan anti korupsi. Tolak setiap pemberian uang yang terindikasi politik uang, bahkan masyarakat harus melaporkan oknum seperti itu kepada pihak kepolisian.
Masyarakat perlu lebih teliti ketika menerima uang pemberian dari siapapun terutama jika ada kaitannya kepentingan politik. Masyarakat harus waspada atau saat menerima uang. Terutama nominal Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Karena jenis upal yang paling banyak diproduksi adalah nominal 50 dan 100.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H