Begitu pula halnya hasil riset (yang belum tentu ilmiah) P3M yang mengatakan ada 41 masjid terpapar radikalisme (cap negatif) dari 100 masjid yang menjadi objek riset mereka. Jika hasilnya itu benar, tentu signifikan sekali, karena hampir 50 persen. Terus terang riset ini masih debatable dan masih perlu diuji publik.
Jika tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka sudah sepatutnya P3M ini dievaluasi dan dibina kembali agar tidak menjadi organisasi yang justru semakin membuat gaduh negeri ini. Mestinya juga BIN tidak langsung merilis kembali secara terbuka ke publik, idealnya melakukan kajian sendiri juga dengan memiliki parameter radikalisme yang ilmiah.
Namun begitu riset P3M ada sisi positifnya, paling tidak jika itu masjid pemerintah, maka pihak-pihak terkait bisa langsung melakukan evaluasi bersama. Masa masjid pemerintah bisa terpapar radikalisme (cap negatif)?Â
Padahal masjid pemerintah lebih tertib dan memiliki standar yang jelas, baik isi khutbah, dan penceramahnya. Bahkan khutbah pun harus memiliki teks atau naskah tertulis yang sebelumnya sudah diberikan lebih dulu ke pengurus masjid.
Tetapi apapun, kita harus menyikapi semua hasil riset tersebut secara positif. Seperti kata Presiden Joko Widodo, jangan politisasikan agama, ulama tidak boleh berpolitik praktis. Maka sebagai rakyat kita pun perlu menghindari melakukan politisasi masjid dan cegah ulama untuk berpolitik praktis.
Salam***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H