Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Walau Tidak Lagi Dimuliakan, Guru Tetap Dibutuhkan

26 November 2018   15:04 Diperbarui: 27 November 2018   16:29 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dewan guru, staf dan tenaga kependidikan SMPN 2 Banda Aceh berfoto bersama pimpinan sekolah seusai acara peringatan Hari Guru di Banda Aceh, Senin (26/11/2018)/Foto: Yusra

Tidak ada kata yang paling indah hari ini kita ucapkan kepada mereka selain selamat hari guru Indonesia. Mungkin kalimat yang bernada bak ucapan seriomial tersebut tidak lagi bermakna bagi guru, namun sebagai generasi yang telah dibesarkan oleh sang guru sepatutnya tidak boleh melupakan ucapan itu. Sebab kata orang bijak, ucapan adalah sebentuk doa.

Walaupun hari guru selalu ada setiap tahun atau setiap 25 Nopember. Namun hal itu tidak dapat menjadi alasan bagi siapa saja untuk tidak mengucapkan doa bagi seluruh guru Indonesia hari ini. Dengan mengucapkan kalimat selamat hari guru secara tulus dan ikhlas, berarti mereka masih mengingat jasa-jasa guru dalam mendidik dirinya bahkan anak-anak mereka.

Tidak akan berdosa jika kita masih menempatkan guru pada posisi tertinggi dalam kasta sosial. Guru memang pantas berada pada posisi sangat mulia diantara Tuhan dan kedua orang tua kita. Maka, hal apakah yang membuat kita ragu untuk menghormati mereka melebihi penghormatan kita kepada guru.

Bahkan kita diperintahkan oleh Tuhan untuk memuliakan orang-orang yang telah mengajarkan kita sepatah kata walaupun hanya sedetik masa. Itulah guru, mereka yang dengan segala kekurangannya masih mau memberikan ilmu kepada orang lain. Sedangkan orang yang senang berbagi ilmu, maka tempatnya adalah kemuliaan.

Memang, guru kita hari ini berbeda jauh dengan guru di masa lampau, termasuk pada zaman awal kebangkitan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada masa itu guru benar-benar menjadi panutan seperti seseorang tanpa cela, mereka sangat dipatuhi kata-katanya, ditiru perilakunya, dan menjadi lentera serta tauladan setiap manusia.

Dalam mengajar pun guru masa itu sangat memperhatikan budi pekerti, akhlak mulia, dan adab. Hubungan guru dan murid bagaikan hubungan anak dengan orang tua. Mereka saling menasehati satu sama lain, saling berkasih sayang. Sehingga membuat guru dapat memberi begitu banyak ilmu bagi muridnya. Dan yang paling penting ketika ilmu itu diberikan secara ikhlas, maka akan ada keberkahan.

Sehingga tidak heran jika kita melihat, sangat sedikit orang-orang dimasa itu yang tidak suskses dalam kehidupan yang mereka jalani. Kalau mereka memilih jadi pedagang, maka menjadi pedagang yang sukses, kalau mereka memilih berprofesi sebagai PNS maka mereka berhasil menjalankan tugas dan amanah. Hampir sedikit sekali orang-orang dulu yang menganggur, duduk berpangku tangan. Semua itu kalau kita mau jujur, penyebabnya adalah karena didoakan oleh guru-guru mereka.

Doa guru sama dengan kekuatan doa kedua orang tua kita. Kalau ada istilah durhaka kepada kedua ibu dan bapak, maka dikenal juga istilah durhaka kepada guru. Ingat, --guru jangan hanya dibayangkan orang yang mengajar disekolah-- namun mereka juga yang mengajarkan mengaji, membaca Al-Quran dan Kitab atau ustaz dan lainnya.

Oleh karena itu, guru diberikan kelebihan oleh sang pemilik ilmu untuk memiliki sesuatu yang luar biasa terdapat pada dirinya. Mungkin Anda pernah punya pengalaman bagaimana segannya Anda kepada guru Anda padahal mereka orang-orang biasa saja. Atau mungkin pernah merasa bagaimana takutnya Anda kepada guru, padahal ia sangat sopan dan baik. Jika Anda sadar, itulah sebetulnya aura kelebihan yang dimiliki oleh guru. Dan hal itu tidak terdapat pada orang lain.

Sampai titik ini kita mesti paham bahwa guru kita pada masa lalu merupakan sosok pelita, memberi cahaya dalam kegelapan, mereka datang dengan suluh ilmu pengetahuan. Karenanya mereka begitu dihormati dan dimuliakan oleh siapa saja. Keberadaan mereka ditengah-tengah ummat dan sosial masyarakat mendapatkan tempat paling tinggi dan mereka selalu dinanti-nantikan.

Akan tetapi, walaupun mereka secara sosial sangat dihormati dan dimuliakan, sesungguhnya secara materi mereka (guru) hidup dalam kondisi penuh kekurangan. Guru tidak digaji oleh negara, kalaupun ada hanya satu atau beberapa orang saja, itupun dengan jumlah yang tidak begitu besar. Jika dibandingkan dengan gaji seorang pejabat pemerintah, sangat jauh ketimpangannya.

Kehidupan guru yang sangat sederhana seperti itu sekalipun, namun tidak membuat mereka abai terhadap panggilan untuk mengabdi mencerdaskan bangsa. Guru tetap konsisten dan ikhlas mengajarkan ilmu bagi murid-muridnya. Sehingga untuk menutupi segala kebutuhannya, guru zaman dulu rajin bertani, beternak, berladang, hingga membuka usaha apa saja.

Lantas apa bedanya dengan zaman sekarang?

Hari ini dunia pendidikan banyak berubah, mengalami berbagai kemajuan di segala bidang. Modernisasi telah memasuki setiap relung urat nadi pendidikan kita. Keberadaan seorang guru pun mulai dianggap tidak penting lagi karena bisa digantikan oleh media yang lain. Mungkin ini dampak negatif bagi dunia guru.

Lihatlah bagaimana anak-anak kita sekarang lebih banyak berinteraksi dengan Tuan Google sebagai gurunya daripada berdiskusi dengan Ibu Aisyah guru pendidikan agama disekolahnya. Perilaku tersebut tidak sepenuhnya salah, namun begitulah kondisi hari ini. Dimana peran guru mulai bergeser.

Disisi lain, tuntutan negara yang demikian besar pada guru. Selain mereka diminta mengajar dengan jumlah jam pelajaran yang sangat melelahkan, juga ditambah dengan urusan-urusan administrasi yang tidak berkaitan langsung dengan proses pendidikan. Sehingga waktu mereka lebih banyak disibukkan dengan urusan yang begitu daripada fokus mengajar.

Belum lagi tingkat kesejahteraan diri dan keluarga mereka yang kurang diperhatikan oleh pemerintah yang berkuasa. Seolah-olah guru adalah manusia super yang bisa bekerja tanpa bayaran yang layak. Akibatnya mereka harus mencari tambahan dengan melakukan pekerjaan lain diluar jam sekolah. Mestinya guru masa kini tidak boleh dibiarkan menderita seperti guru masa lampau.

Tidak sampai hanya disitu. Resiko guru dalam menjalankan profesinya sekarang ini juga sangat mengkuatirkan. Ancaman pidana atau dapat dipidanakan kerap menghantui hari-hari mereka disekolah. Tidak ada jaminan atas keselamatan mereka dari berbagai resiko yang mengancam.

Selain ancaman resiko secara pisik baik dipidana, kekerasan atau penganiyaan oleh murid bahkan termasuk keterlibatan orang tua, juga ancaman secara mental. Guru kini sering menerima ujaran kebencian dan kata-kata tidak pantas baik langsung maupun tidak langsung yang membuat posisi guru tidak lagi dihargai dan dimuliakan.

Bahkan perlakuan tidak senonoh sering diterima oleh guru. Kasus paling mutakhir adalah perkara BN yang diseret ke penjara oleh kepala sekolahnya sendiri, gara-gara rekaman tidak etis yang telah ia terima dari mantan bosnya.

Lihat juga kekerasan fisik yang diterima oleh guru lainnnya diberbagai daerah. Bahkan ada guru yang ditampar dan ditendang oleh wali murid didepan murid-murid yang lain dan membuat guru menanggung malu. Dan masih banyak lagi kasus lainnya yang merendahkan martabat guru. Anda bisa menguliknya sendiri.

Kesimpulannya, pertama, saya melihat guru kita hari ini berada pada kondisi sulit. Secara ekonomi mereka masih belum baik kesejahteraannya meskipun ada guru yang bergaji Rp30 juta. Namun dengan standar gaji PNS yang berlaku saat ini belum menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi guru.

Kedua, perlindungan hukum terhadap guru masih jauh dari harapan. Guru dengan sangat mudah dipenjarakan, padahal seperti polisi yang boleh melakukan tindakan apa saja dalam menjalankan tugasnya, meskinya guru juga mendapatkan jaminan dalam menjalan tugasnya sebagai guru.

Ketiga, guru bukan hanya PNS biasa, ia memiliki posisi istimewa dalam sosial budaya masyarakat Indonesia. Mereka menjadi sosok yang dihormati dan dimuliakan. Maka kembalikan identitas itu kepada guru dengan cara yang pantas. Negara perlu mengangkat harkat dan martabat mereka bukan sebaliknya, justru merendahkan dan menyalahkan.

Saya rasa gituh aja, salam hormat untuk guru Indonesia. Istri saya juga seorang guru. Salam***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun