Ia berpandangan, model manajemen di era kapitalisme saat ini harus mengarah pada 'entrepreneurship for humanity', yang mana perusahaan tidak harus meminta karyawan untuk bekerja keras, melainkan membantu mereka menikmati pekerjaannya, dan mewujudkan mimpi mereka dengan bekerja.
Era 3.0 lebih mengedepankan sikap penghormatan terhadap nilai-nilai humanis. Faktor sumber daya manusia harus dipandang sebagai elemen penting bagi pengusaha dan perusahaan sebagai jembatan untuk menciptakan kebahagiaan bagi pelanggan. Karena perusahaan harus terlebih dahulu membahagiakan karyawannya.
Bagaimana entrepreneurship 4.0?
Inilah era dimana spritualitas menjadi prinsip. Lihatlah bagaimana konsep hidup yang saat ini dijalani oleh Bill Gates, sang milyuner dunia. Ia selalu menyisikan sebagaian waktu untuk memberikan manfaat lebih bagi orang-orang yang membutuhkan uluran tangan dan pertolongan. Jack Ma dengan share ekonomy concept.
Ditanah air juga e-commerce besar seperti toko pedia, lazada, Go-Jek, dan platform lainnya mengusung model ekonomi berbagi. Itulah sebenarnya yang dimaksud sebagai salah satu wujud spritualpreneurship 4.0. Ia berkaitan dengan prinsip, iman, dan ikhtiar. Bahwa rezeki itu datangnya dari sang Pemberi Rezeki.Â
Dalam konteks ini pakar entrepreneur Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Dr. Iskandarsyah Madjid, SE., MM. bahkan dalam sebuah seminar nasional di kampus setempat mengatakan saat seseorang harus memiliki iman yang relatif kuat untuk tidak tersesat, karena perkembangan teknologi yang sangat cepat dan masif.Â
Katanya jangan sampai manusia menuhankan teknologi. Iskandar melihat bahwa tingkat kecerdasan buatan  (artificial inteligence) yang dimiliki oleh teknologi saat sudah melampaui kecerdasan rata-rata manusia.
Maka diantara spritualpreneurship yang dikembangkan dalam era IR 4.0 adalah seperti ini:
Niat baik
Mulailah semua aktivitas dengan niat yang baik, karena dengan niat yang baik akan menjadi sebab melahirkan akibat yang baik.
Berikan apa yang orang minta