Grace Natalie Ketua Umum  Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tiba-tiba menjadi bintang media, terutama yang kontra. Berita tentang penolakan Grace Natalie terhadap peraturan daerah (Perda) berbasis syariah menuai kontroversi. Berbagai pihak menangggapi pernyataan politik sang ketua umum partai yang masih belia tersebut.
Hingga pimpinan Nahdatul Ulama (NU) Said Aqil Sirajd pun mengomentari pernyataan Grace sebagai hak mereka (dia dan partainya), termasuk Ketua Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) Jokowi-Ma'ruf, Erick Thohir mengatakan hal itu menurut kepentingan partai masing-masing bukan mewakili koalisi. Menurut Erick pernyataan ketua umum PSI lebih bersifat kepentingan partainya.
Isu yang ditembakkan Grace Natalie tentang perda syariah itu meledak ditengah-tengah masyarakat yang mayoritas muslim. Seolah-olah PSI telah dengan jelas berdiri bersebelahan dengan aspirasi ummat Islam Indonesia. Peluru ini spontan menjadi panas dan memercikkan serpihan pecah belah antar kelompok masyarakat.
Secara politik pernyataan apapun sebetulnya sah-sah saja dan tidak ada yang salah. Karena azas politik Indonesia menganut sistim demokrasi. Didalam sistim politik demokrasi, hak setiap setiap warga untuk mengeluarkan pendapatnya dijamin oleh Undang-undang. Apalagi partai politik, tentu mewakili aspirasi rakyat yang diperjuangkannya.
Namun pertanyaannya, mengapa harus isu perda syariah? Memang, konstitusi negara ini bukanlah sepenuhnya didasari pada konsep dan filosofi agama. Konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersifat pluralis dan demokratis. Meskipun begitu Indonesia menolak paham komunisme dan atheisme.
Jika dikaitkan dengan paham agama, maka Indonesia adalah negara yang penduduknya semua memeluk agama. Dari 5 agama yang diakui oleh negara berdasarkan UUD. Atas dasar ini, negara Indonesia secara prinsip sangat erat kaitannya dengan agama. Buktinya sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian masyarakat indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan beragama dan berketuhanan.
Artinya setiap aspek kehidupan masyarakat selalu beririsan dengan pemikiran agama yang dianutnya. Apalagi Islam, agama yang mengajarkan seluruh pemeluknya untuk menjadikan nilai-nilai agama sebagai pedoman hidupnya. Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Bahkan dalam kehidupan berbangsa dan negara pun Islam memiliki konsep dan filosofinya.
Saya sendiri menilai apa yang dikatakan oleh Grace Natalie sebagai sebuah aspirasi partai PSI. Latar belakang penolakannya terhadap perda syariah bisa saja karena mereka tidak suka terhadap isu agama, atau PSI menganut paham nasionalis kontra agamais. Atau ini hanya sekedar politik sensasi meraih suara diluar Islam.
Sebab saya berpandangan, jika Grace Natalie baru menolak perda syariah saat ini. Justru kita jadi bertanya-tanya mengapa baru sekarang? Padahal perda berbasis syariah sudah ada sejak orde lama, orde baru hingga era sekarang. Sila pertama Pancasila itu adalah konsep syariah. Apakah PSI juga menolak Pancasila? Tentu jawabannya, janganlah mempertentangkan pancasila dengan agama.
Lalu bagaimana? Sudah tidak mungkin negara ini harus dibersihkan dari perda syariah secara total. Disamping banyak juga UU dan peraturan pemerintah yang mengadopsi konsep syariah bahkan sudah diberlakukan sejak lama. Lagi pula jika terus dipaksakan, maka akan muncul perlawanan-perlawanan dari gerakan sipil.
Justru yang lebih masuk akal adalah bagaimana perda yang berbasis syariah saling bersinergi dengan Undang-undang yang bersifat umum dalam menjaga ketertiban masyarakat. Barangkali kita tidak mengubah bentuk negara ini menjadi seperti negera federal, namun solusinya adalah perpaduan nasionalis-agamais.
Hanya saja yang perlu dipikirkan adalah bagaimana semangat kemajemukan tetap hidup dalam jiwa bangsa ini. Jika memang perda syariah itu positif bagi bangsa ini mengapa harus takut. Justru dengan PSI mau memberikan dukungan dan edukasi yang baik tentang politik dan kebangsaan, mungkin pemilu pertamanya akan sukses mendulang suara ummat Islam.
Oleh karena itu harapan saya adalah Grace Natalie bisa lebih bijaksana dan jernih melihat persoalan perda syariah ini. Lihatlah pada subtansi perda itu sendiri. Bagaimana dampak dan efektivitas terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan kalau boleh saya mengusulkan agar UU Tipikor dibuat saja hukuman potong tangan. Kelihatannya sanksi itu lebih ampuh membersihkan negara ini dari pelaku korupsi.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H