Kebijakan Pemerintahan Jokowi-Jk membuka jalan selebar-lebarnya bagi asing untuk ikut menikmati kue perekonomian nasional melalui kebijakan relaksasi daftar negatif investasi (DNI), yang melahirkan paket kebijakan ekonomi jilid XVI menimbulkan kecurigaan beberapa pihak.
Pasalnya UMKM dan Koperasi ditengarai sebagai lahan penghidupan perekonomian rakyat. Melalui kegiatan UMKM dan berkoperasi itulah rakyat jelata menikmati sebagian kecil kue pembangunan ekonomi. Sedangkan porsi besarnya sudah diberikan bagi korporasi, BUMN dan Swasta asing.
Lantas bagaimana jika ekonomi mikro atau investasi "receh" pun diberikan ke investor asing?
Jika kita membuka-buka kembali lembaran sejarah bangsa ini, terutama kaitannya dengan perekonomian, kita temukan benang merahnya, bahwa ekonomi Indonesia selalu dibawah bayang-bayang liberalis dan kapitalis. Fakta itu sudah ada sejak zaman penjajahan, pra kemerdekaan, orde lama hingga orde baru.
Sehingga salah satu agenda reformasi setelah orde baru jatuh adalah mengembalikan kedaulatan ekonomi bangsa ini kepada pemiliknya yaitu rakyat. Untuk mewujudkan hal itu sejumlah regulasi pun direvisi bahkan diganti total, termasuk amandemen Undang-undang Dasar (UUD 1945).
Alhasil fase pertama pemerintahan orde reformasi berjalan dibawah naungan dan semangat bahwa negara ini adalah milik rakyat Indonesia. Sampai ujian perekonomian pun diuji. Pada tahun 1998 tsunami perekonomian datang dan mengguncang ekonomi nasional.
Hampir saja negara ini disapu oleh badai resesi ekonomi yang datang dengan sangat dahsyat. Perusahaan-perusahaan besar milik pemodal bertumbangan, konglomerat-konglomerat yang sedang asik mengisap manisnya madu ekonomi nasional sontak kaget. Semua mulai ambil langkah penyelamatan diri dan sisa kekayaan mereka bahkan ada yang lari ke luar negeri untuk menghindari hutangnya kepada negara.
Kondisi krisis tersebut yang kemudian berdampak buruk bukan hanya pada perekonomian secara keseluruhan, namun juga berpengaruh negatif ke bidang politik dan sosial kemasyarakatan. Pemerintah yang sedang berkuasa pun diganti oleh rakyat saat itu.
Di bawah penguasa yang baru, berbagai upaya penyelamatan dan recovery ekonomi dan sosial dilakukan. Dengan kebijakan-kebijakan yang yang mendorong efesiensi dan memberikan stimulus ekonomi juga terus dilakukan. Presiden B.J. Habibie berhasil membawa bangsa ini keluar dari gelombang krisis ekonomi yang mengerikan itu.
Namun belakangan diketahui bahwa ternyata dalam langkah-langkah penyelamatan ekonomi nasional waktu itu peran UMKM dan Koperasi sangatlah besar. Melalui produktivitas UMKM dan Koperasi secara perlahan-lahan ekonomi Indonesia kembali pulih dan positif. Saat itulah semua pihak mulai terbuka matanya akan kekuatan UMKM.
Setelah terbukti bahwa sektor UMKM telah menjadi penyelamat ekonomi Indonesia, kamudian berbagai label positif pun dilekatkan pada UMKM, diantaranya yang sering kita baca dan dengar adalah UMKM sebagai pahlawan ekonomi nasional. Bahkan kontribusi kelompok ini cukup besar terhadap PDB dan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Untuk argumentasi ini kita bisa melihat data.
Dengan segala keunggulan dan kekurangannya, UMKM memang telah memberikan begitu banyak bagi bangsa ini. Semangat UMKM untuk tetap loyal dan optimis membangun perekonomian bangsa sepatutnya tidak diragukan lagi. Justru yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana pemerintah memberdayakan mereka dan melindunginya dari gempuran korporasi asing.
Seyogyanya pemerintah konsisten menjalankan amanat konstitusi terutama pasa 33 UUD 1945, dan UU No 20/2008 tentang UMKM, UU No 25/1992 tentang koperasi. Semua regulasi tersebut saat ini masih memiliki filosofi ekonomi nasional yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Tentu sangat relevan dengan kondisi rill masyarakat pelaku UMKM.
Namun nyatanya pemerintah menutup mata terhadap segala kewajibannya terhadap UMKM sebagaimana telah dituangkan dalam Undang-undang. Bahkan sampai saat ini aturan turunan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) masih banyak yang belum keluar. Dan tiba-tiba Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan asing boleh masuk ke sektor UMKM dan Koperasi. Apakah tidak salah?
Dengan kebijakan yang mendadak dan tanpa memiliki urgensi yang mendesak, maka sangat wajar jika para pelaku UMKM dan pemerhati ekonomi kerakyatan mulai menaruh kecurigaan. Jangan-jangan kebijakan ini pesanan asing apalagi menjelang pemilu.
Dengan terbukanya jalan bagi asing untuk menguasai sektor UMKM dan Koperasi di Indonesia berarti hampir semua sektor ekonomi kini akan beralih kepemilikan. Jika selama ini asing hanya dibolehkan masuk pada sektor usaha besar dengan padat modal, maka kini sektor mikro pun dan mestinya menjadi milik rakyat akan menjadi milik asing.
Kebijakan ini menurut saya adalah bentuk ketimpangan kedaulatan ekonomi nasional. Artinya gap ekonomi kapitalis semakin membesar porsinya dalam struktur ekonomi Indonesia. Maka kalau ada sinyalemen ekonomi syariah, ini hanya kamuflase dan bahan kempanye saja. Buktinya, keberpihakan pemerintah masih cenderung kepada pemilik modal asing.
Sangat ironi memang, negara kaya raya tetapi tidak memiliki modal. Bukankah itu miskin namanya? Paradoks ekonomi kian jelas. Satu sisi katanya memperkuat ekonomi kerakyatan dengan semboyan kekayaan Indonesia menjadi alat bagi kesejahteraan bangsa namun di sisi lain kran modal asing beserta ikutannya semakin dibuka lebar-lebar.
Saya tidak menyalahkan pemerintah, hanya saja mengapa mereka begitu naifnya mengeluarkan kebijakan yang sangat pro asing dan kurang peka terhadap nasib pelaku usaha mikro di tanah air. Jika kebijakan untuk UMKM seperti setengah hati namun giliran untuk tuan-tuan asing dilayani dengan senang hati.
Ingat lho, keterpilihan Jokowi-Jk pada pilpres 2014 lalu, salah satunya karena beliau dipersepsikan oleh masyarakat sebagai pasangan yang pro UMKM, Koperasi dan ekonomi kerakyatan. Jadi kalau mereka (JKW-JK) menyadari akan hal itu, sebetulnya begitu besar harapan UMKM dan Koperasi pada pasangan ini untuk mendukung mereka (UMKM) mencapai kemajuan.
Dan akhirnya apa yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat UMKM berbanding terbalik dengan harapan. Kini UMKM dan Koperasi pun harus siap-siap menghadapi dampak dari kebijakan paket ekonomi jilid 16 tersebut. Semoga apapun yang terjadi, UMKM domestik tetaplah sebagai penyangga ekonomi bangsa.
Semangat patriotisme hanya kita peroleh dari bangsa sendiri, tidak mungkin asing akan membela bangsa dan negara ini hanya karena menjadi pelaku UMKM di Indonesia. Asing hanya melihat sisi bisnis dan keuntungan semata. Adapun dampak sosial dan lingkungan mungkin lagi-lagi akan menjadi pekerjaan anak negeri.
Akhirnya selamat menikmati kekayaan negeri kami tuan-tuan. Salam(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI