Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika UMKM dan Koperasi Sudah Menjadi Milik Asing, Masihkah Ekonomi Kerakyatan Berdaulat?

19 November 2018   08:43 Diperbarui: 19 November 2018   09:08 2894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jokowi-jk. ©2014 Merdeka.com

Dengan segala keunggulan dan kekurangannya, UMKM memang telah memberikan begitu banyak bagi bangsa ini. Semangat UMKM untuk tetap loyal dan optimis membangun perekonomian bangsa sepatutnya tidak diragukan lagi. Justru yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana pemerintah memberdayakan mereka dan melindunginya dari gempuran korporasi asing.

Seyogyanya pemerintah konsisten menjalankan amanat konstitusi terutama pasa 33 UUD 1945, dan UU No 20/2008 tentang UMKM, UU No 25/1992 tentang koperasi. Semua regulasi tersebut saat ini masih memiliki filosofi ekonomi nasional yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Tentu sangat relevan dengan kondisi rill masyarakat pelaku UMKM.

Namun nyatanya pemerintah menutup mata terhadap segala kewajibannya terhadap UMKM sebagaimana telah dituangkan dalam Undang-undang. Bahkan sampai saat ini aturan turunan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) masih banyak yang belum keluar. Dan tiba-tiba Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan asing boleh masuk ke sektor UMKM dan Koperasi. Apakah tidak salah?

Dengan kebijakan yang mendadak dan tanpa memiliki urgensi yang mendesak, maka sangat wajar jika para pelaku UMKM dan pemerhati ekonomi kerakyatan mulai menaruh kecurigaan. Jangan-jangan kebijakan ini pesanan asing apalagi menjelang pemilu.

Dengan terbukanya jalan bagi asing untuk menguasai sektor UMKM dan Koperasi di Indonesia berarti hampir semua sektor ekonomi kini akan beralih kepemilikan. Jika selama ini asing hanya dibolehkan masuk pada sektor usaha besar dengan padat modal, maka kini sektor mikro pun dan mestinya menjadi milik rakyat akan menjadi milik asing.

Kebijakan ini menurut saya adalah bentuk ketimpangan kedaulatan ekonomi nasional. Artinya gap ekonomi kapitalis semakin membesar porsinya dalam struktur ekonomi Indonesia. Maka kalau ada sinyalemen ekonomi syariah, ini hanya kamuflase dan bahan kempanye saja. Buktinya, keberpihakan pemerintah masih cenderung kepada pemilik modal asing.

Sangat ironi memang, negara kaya raya tetapi tidak memiliki modal. Bukankah itu miskin namanya? Paradoks ekonomi kian jelas. Satu sisi katanya memperkuat ekonomi kerakyatan dengan semboyan kekayaan Indonesia menjadi alat bagi kesejahteraan bangsa namun di sisi lain kran modal asing beserta ikutannya semakin dibuka lebar-lebar.

Saya tidak menyalahkan pemerintah, hanya saja mengapa mereka begitu naifnya mengeluarkan kebijakan yang sangat pro asing dan kurang peka terhadap nasib pelaku usaha mikro di tanah air. Jika kebijakan untuk UMKM seperti setengah hati namun giliran untuk tuan-tuan asing dilayani dengan senang hati.

Ingat lho, keterpilihan Jokowi-Jk pada pilpres 2014 lalu, salah satunya karena beliau dipersepsikan oleh masyarakat sebagai pasangan yang pro UMKM, Koperasi dan ekonomi kerakyatan. Jadi kalau mereka (JKW-JK) menyadari akan hal itu, sebetulnya begitu besar harapan UMKM dan Koperasi pada pasangan ini untuk mendukung mereka (UMKM) mencapai kemajuan.

Dan akhirnya apa yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat UMKM berbanding terbalik dengan harapan. Kini UMKM dan Koperasi pun harus siap-siap menghadapi dampak dari kebijakan paket ekonomi jilid 16 tersebut. Semoga apapun yang terjadi, UMKM domestik tetaplah sebagai penyangga ekonomi bangsa.

Semangat patriotisme hanya kita peroleh dari bangsa sendiri, tidak mungkin asing akan membela bangsa dan negara ini hanya karena menjadi pelaku UMKM di Indonesia. Asing hanya melihat sisi bisnis dan keuntungan semata. Adapun dampak sosial dan lingkungan mungkin lagi-lagi akan menjadi pekerjaan anak negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun