Siapapun pasti setuju jika pendidikan merupakan jalan menuju perubahan. Pendidikan menjadi jembatan kemajuan atau pun kemunduran bagi seseorang secara pribadi, dan lebih luas lagi bagi bangsa dan negara. Dan kini pendidikan pun telah menjadi kebutuhan utama manusia.
Bangsa-bangsa yang telah mengalami peradaban kemajuan di suatu negara, jika ditelusuri semuanya dimulai dari pendidikan. Melalui pendidikan, mereka menguasai ilmu pengetahuan yang dapat membawa mereka mencapai kemajuan. Contohnya bangsa-bangsa Eropa, Amerika, dan negara-negara Islam pada masa keemasan.
Bahkan Jepang mampu bangkit setelah negara tersebut dijatuhi bom nuklir yang menghancurkan negara itu dengan strategi pendidikan. Bagaimana Kaisar Meiji memerintahkan agar guru-guru dinegaranya menjadi kunci perubahan, atau lebih dikenal dengan restorasi Meiji. Begitulah peran pendidikan. Ia mampu mengubah segalanya.
Karena begitu sangat penting pendidikan, maka pada zaman apapun, yang namanya pendidikan, belajar, dan ilmu pengetahuan selalu dibutuhkan.Tak terkecuali pada abad dua puluh satu atau yang lebih dikenal dengan era milenium sekarang ini. Bahkan pendidikan menjadi inti kehidupan manusia modern.
Namun ada fenomena ditengah-tengah masyarakat dewasa ini, masyarakat milenium dan generasi millennial seakan-akan yang disebut pendidikan hanyalah mempelajari ilmu pengetahuan umum saja. Sedangkan kecerdasan moral tidak termasuk didalamnya. Benarkah pendidikan hanya bicara soal pengetahuan umum semata?
Pengetahuan umum yang saya maksud adalah termasuk didalamnya tentang pengetahuan teknologi informasi, pengetahuan bisnis, seni budaya, musik, arsitektur, sain, dan sebagainya. Bahkan cenderung tidak termasuk pengetahuan agama atau religi.
Anak-anak muda zaman now atau lebih dikenal dengan generasi millennial. Mereka lebih tertarik mempelajari tentang teknologi informasi, seperti internet, gadget, computer, programming, wed design, gaming, animasi, daripada belajar agama, mendengar tausiyah, ceramah, khutbah atau yang berbau moral.
Ketertarikan mereka terhadap internet dan dunia digital tersebut tentu ada pendorongnya. Apa itu? Ya, lingkungan. Faktor lingkungan meliputi tempat bermain, teman, lingkungan sekolah, sosial. Kemana pun dan dimanapun mereka hidup dan berada, disekelilingnya selalu terhubung dengan internet.
Ketika anak-anak milenial ini melakukan berbagai aktivitas, baik kegiatan pribadi maupun sosial, belajar, hiburan, semaunya tidak terlepas dengan media teknologi. Sebagai contoh, misalnya soal komunikasi, penggunaan media sosial sebagai media komunikasi lebih tinggi daripada cara lainnya.
Nah, kebiasaan baru dalam kehidupan manusia dan anak-anak muda tersebut menjadi ciri khas generasi mereka. Sehingga menjauhkan mereka dari unsur teknologi sangat tidak mungkin dilakukan. Disisi lain, konten yang banyak terdapat dalam berbagai platform di internet masih banyak yang sangat negatif, sarat kekerasan, dan perlu dilakukan filter yang ketat.
Konten negatif ini memberi pengaruh terhadap pola pikir mereka. Sehingga tanpa disadari anak-anak muda tersebut mulai tumbuh kesadaran baru, seolah-olah hal itu sudah biasa. Dengan demikian mereka berpikir, belajar tentang agama, ibadah, etika dan moralitas hanya sebagai pelengkap saja bukan lagi utama.Yang utama adalah penguasaan teknologi.
Pelajaran agama kurang
Memang tidak salah jika di zaman sekarang genarasi z ini "wajib" menguasai teknologi, internet, dan perangkat lunak apapun. Namun jika mereka tidak diisi dengan iman didalam dada mereka, maka mereka akan kering dengan nilai-nilai moral dan etika.
Mungkin sebagian masyarakat mengira bahwa pengetahuan agama hanyalah menyangkut urusan hubungan manusia dengan Tuhannya. Sehingga hal itu hanya patut menjadi wilayah pribadi, dan tidak perlu menjadi kebijakan publik apalagi negara campur tangan.
Padahal urusan agama, dan pengetahuan tentang Ketuhanan juga termasuk dari bagian penting dari budaya bangsa ini. Maka sepatutnya juga negara ikut campur dan mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk perilaku rakyatnya berlandaskan moralitas yang baik.
Dalam konteks yang ingin saya sampaikan adalah, pendidikan anak-anak kita termasuk pelajaran di sekolah semestinya tidak boleh menghilangkan pengajaran etika dan moralitas. Sekolah dan institusi pendidikan termasuk rumah tangga (keluarga) perlu memperkuat nilai-nilai moral dan agama dari degradasi budaya internet dan teknologi mindset.
Hubungan antara pendidikan agama dan moral adalah nilai-nilai Ketuhanan selalu mengajarkan yang baik dan menghalau perilaku dan sikap buruk dari diri manusia. Jika seseorang tidak lagi memiliki moralitas yang baik, maka nilai ia sebagai manusia sudah berkurang. Terlepas ia menganut keyakinan apapun dan dari suku apapun.
Pendidikan ideal
Sepatutnya anak-anak muda milenials Indonesia menjadi generasi emas. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang mencapai puncaknya di zaman mereka, semestinya dapat dimanfaatkan untuk membawa bangsa dan negara ini menuju kejayaan.
Dengan penguasaan teknologi mereka memiliki keunggulan untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru yang bermanfaat bagi bangsa ini. Tentu saja dengan tidak melupakan nilai-nilai Ketuhanan sebagai landasan berpikir mereka.
Oleh karenanya, pendidikan yang ideal bagi generasi millennial adalah perpaduan antara pengetahuan umum, sain, teknologi, seni, bisnis, dan agama sebagai sumber moral. Sebab yang mampu menjaga mereka dari kebinasaan dan kehancuran adalah mereka sendiri dan moralitas akan membimbing mereka pada jalan yang baik. Itulah sosok milenial yang ideal bagi Bangsa Indonesia bukan yang suka huru hara. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H