Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kemenristekdikti Cegah Praktik Korupsi Melalui Pendidikan Antikorupsi

27 Oktober 2018   08:15 Diperbarui: 29 Oktober 2018   15:30 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi konsensus bersama bangsa Indonesia bahwa tindak pidana korupsi merupakan tergolong dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Dimasukkannya kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa karena dianggap tindakan korupsi dapat merusak sistem negara, politik, ekonomi dan sistem sosial. Dengan kata lain, korupsi dapat menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara ini.

Seperti kita ketahui, korupsi merupakan salah satu permasalahan bangsa yang mesti ditangani secara serius, salah satu strateginya adalah dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi sedini mungkin, sehingga kehancuran bangsa Indonesia dapat dicegah.

Dapat dibayangkan negara yang besar, yang terdiri dari 17 ribu pulau lebih, yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, memiliki sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusia yang besar serta berbagai macam potensi lainnya, namun semua itu tidak dapat dimanfaatkan dengan baik guna meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia karena disalahgunakan atau diselewengkan oleh segelintir orang yang bermental korup untuk mengambil keuntungan pribadi dan kelompoknya saja.

Oleh karena itu sebagai langkah nyata mendukung upaya pemberantasan korupsi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memasukkan mata kuliah pendidikan anti korupsi sebagai bagian dari kurikulum perguruan tinggi baik negeri maupun perguruan tinggi swasta. Langkah ini diharapkan menjadi strategi penanaman dan penumbuhan kesadaran tentang betapa ruginya bangsa Indonesia jika generasi mudanya tidak memiliki awareness yang baik tentang bahaya korupsi.

Apalagi generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa, calon-calon pemimpin masa depan, tentu saja harus dibentengi sejak sekarang agar tidak terkena virus korupsi, khususnya mahasiswa.

Strategi pembelajaran anti korupsi di kampus dapat dilakukan dengan cara-cara yang lebih soft. Melalui kajian-kajian yang bersifat kritis dan mudah dipahami oleh mahasiswa, membuat pekuliahan mata pelajaran ini menjadi lebih menarik perhatian dan antusiasme mereka meningkat.

Dengan cara seperti ini wawasan mahasiswa semakin bertambah tentang permasalahan korupsi dan anti korupsi. Sehingga mereka memahami upaya-upaya pemberantasan korupsi dari pendekatan hukum, bisnis, dan lainnya namun tidak signifikan bisa menekan terjadinya korupsi. Sehingga memerlukan pendekatan lain seperti pendekatan budaya, agama, dan pendidikan dengan mamasukkan mata pelajaran anti korupsi dalam kurikulum pendidikan formal.

Apalagi data menunjukkan bahwa jumlah korupsi di Indonesia yang terjadi di lingkaran pemerintahan pusat hingga daerah, adanya kecenderungan koruptor berpendidikan tinggi dan berusia muda di sejumlah kasus besar. Celakanya juga ada koruptor dari kalangan dunia pendidikan, kampus, dan cendikiawan muda.

Oleh karena itu kebijakan ini lebih ditekankan pada pentingnya peran generasi muda dalam memberantas korupsi, yaitu sebagai agent of change, yang dimulai dari memperkuat integritas diri sendiri, keluarga, lingkungan terdekat hingga ruang lingkup yang lebih luas.

Jika kita melihat betapa sudah begitu parahnya kejahatan korupsi yang sudah begitu menggurita di tanah air, maka pendidikan anti korupsi sebagai satu bahan ajaran di kampus tidak dapat ditawar-tawar lagi. Karena ke depan yang mengisi posisi strategis dalam pemerintahan pastilah mereka generasi penerus bangsa.

Politeknik Kutaraja mengajarkan mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi

Karena begitu pentingnya menyiapkan generasi masa depan yang bersih, jujur, dan memiliki mental anti korupsi. Maka di Politeknik Kutaraja mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi diajarkan kepada seluruh mahasiswanya sejak di semester pertama.

Dengan mengkaitkan pendidikan anti korupsi dengan pembelajaran agama, moral, spritualitas, dan sosial ekonomi menjadikan materi mata kuliah ini semakin kaya. Apalagi dengan menghadirkan instrukstur yang berkompeten, berkomitmen, dalam pemberantasan korupsi.

Dengan begitu para mahasiswa secara langsung mendapatkan pengetahuan yang konkrit dari berbagai kasus yang dibagikan oleh para pengajar. Dengan bersinergi dengan lembaga-lembaga anti korupsi lokal sebagai sumber tenaga pengajar lepas,  membuat pendidikan anti korupsi diajarkan di Politeknik Kutaraja semakin berbobot dan berkembang.

Tujuan diberikan muatan pelajaran anti korupsi di lingkungan kampus bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Mereka harus mengetahui dampak buruk dari perilaku kejahatan korupsi tersebut, juga perlu mengetahui modul dan model korupsi itu dilakukan oleh oknum-oknum.

Sementara itu, Buku Ajar Pendidikan Anti Korupsi yang diterbitkan oleh Dirjen Dikti berisikan bahan ajar dasar yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Perguruan Tinggi dan Program Studi masing-masing.

Bahan ajar dasar yang dituliskan dalam buku tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu: (1) Pengertian Korupsi, (2) Faktor Penyebab Korupsi, (3) Dampak Masif Korupsi, (4) Nilai dan Prinsip Anti Korupsi, (5) Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia, (6) Gerakan, Kerjasama dan Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi, (7) Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-undangan, dan (8) Peranan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi.

Penyebab korupsi

Jika kita amati fenomena korupsi yang akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh oknum-oknum pejabat tinggi, semisal Gubernur, Bupati/Walikota, DPR-RI/D, Kepala Dinas, dan pejabat eselon lainnya di suatu instansi pemerintah bahkan ada juga pelaku korupsi dari kalangan swasta. Maka rasanya muncul banyak pertanyaan. Apa sih yang mendorong mereka melakukan tindak kejahatan ini?

Karena secara pendapatan atau gaji, mereka para pejabat tentu mendapatkan gaji yang lebih besar atau layak bagi dirinya dan keluarga mereka. Dan lagi pula bukan hanya memperoleh gaji yang cukup, juga mendapatkan fasilitas lain dari negara dalam rangka menunjang tugas-tugas.

Jika dibandingkan pegawai rendah non eselon bahkan gajinya sangat rendah, minus fasilitas, akan tetapi mereka tidak melakukan korupsi. Apakah karena tidak ada kesempatan atau tidak memiliki akses terhadap anggaran? Atau memang tidak ada niat? Sebab, kalau alasannya ekonomi justru merekalah pegawai yang berpendapatan rendah. Mestinya merekalah yang harus korupsi.

Namun kenyataannya tidaklah demikian. Lihat saja berita di media. Setiap hari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan oknum koruptor. Dan kebanyakan mereka adalah pejabat tinggi negara, baik di eksekutif maupun legislatif.

Ada fakta yang sangat menghebohkan, ketika keterlibatan seluruh anggota DPRD Malang yang secara kompak melakukan korupsi dan ditangkap KPK secara bersama-sama pula. Kemudian diikuti oleh sejumlah kepala daerah yang secara bergiliran satu persatu dari berbagai provinsi dan kab/kota kena tangkap oleh tim penindakan kejahatan korupsi KPK RI.

Saya sendiri sebetulnya tidak begitu yakin bahwa alasan para koruptor mencuri uang negara karena dorongan pendapatan yang tidak cukup. Memang sih kalau dikatakan kurang, maka namanya manusia selalu merasa kekurangan alias tidak puas-puas. Mungkin itulah yang disebut hawa nafsu. Ketidakmampuan mengendalikan hawa nafsu itulah dan ditambah dengan kesempatan, terjadilah korupsi.

Begitulah saudaraku, kalau kita membaca berbagai hasil kajian dan penelitian terkait penyebab terjadinya korupsi. Banyak faktor yang diduga ikut mempengaruhi tindak kejahatan luar biasa ini.

Oleh sebab itu kunci paling utama untuk mengatasinya adalah dimulai dengan niat dan sikap dari setiap pribadi terlebih dahulu, baru kemudian menjadi semangat bersama secara umum aksi tidak melakukan korupsi walau itu sedikit. Walau satu rupiah, walau satu rim kertas, walau,... Walau,.... Lainnya.

Kesimpulan

Kebijakan pemerintah memasukkan pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum pendidikan tinggi sangat positif dan tepat sekali. Dengan begitu diharapkan ke depan akan lahir generasi muda Indonesia yang memiliki kesadaran tinggi untuk melawan korupsi dan membersihkan negeri ini dari kejahatan korupsi. Semoga (*)

Salam***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun