Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Kumenemukan Jalan untuk Kembali

15 Oktober 2018   23:20 Diperbarui: 16 Oktober 2018   06:02 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sahabat, ntah kenapa tiba-tiba aku ingin menuliskan sepenggal kisah. Kisah ku 14 tahun yang lalu. Tepatnya hari Minggu, pukul 08:00 pagi, di tanggal 26 Desember 2004. Tidak hanya bagiku, namun juga bagi kekasih hati ku tercinta, hari itu sebagai hari bersejarah dalam hidup kami.

Mungkin sahabat bertanya-tanya. Apa sih yang membuat hari dan tanggal itu menjadi begitu istimewa buat ku? Hmm.., ya, sangking istimewanya sampai-sampai aku tidak bisa ngelupain minggu pagi kal itu. Sampai kini? Yes, anytime. Ayoo,.. Coba kalian tebak, apa gerangan.

Itulah kisah ku yang kini dirasakan oleh sebagian saudara-saudara ku di Palu, Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah. Rasa takut, sedih, putus asa, dan kebingungan yang amat sangat mendera diri ku kala itu. Kamu mulai tahu kan apa maksud ku? Benar, gempa bumi dan tsunami yang telah memporak-porandakan Aceh dengan ratusan ribu korban jiwa terenggut oleh air bah nan dahsyat.

Awal kisah, kala subuh pagi minggu itu tiba. Seperti biasa, dengan hati senang dan bahagia, ceria menyambut sang mentari memberikan sinarnya. Aku sedikit lebih santai dari hari-hari biasa. Bahkan dengan sengaja pula aku membiarkan kekasih ku dan anak perempuan tercinta bangun sedikit lebih lambat. Maklum, hari minggu adalah hari libur. Dan kebetulan waktu itu kami tinggal di pemukiman mahasiswa. So, hari libur adalah hari "kemerdekaan" nasional selain 17 Agustus-an. Hehe, ya karena mereka tentu tidak harus bangun pagi-pagi untuk berangkat kuliah.

Dan seperti biasa pula, setelah semua jendela rumah aku buka, biar udara pagi memasuki rumah mungil kami. Aku pun mengambil waktu sejenak untuk duduk manis didepan rumah, kebetulan rumah kami memiliki teras, walaupun tidak seluas rumah orang kaya di lingkungan kami.

Sambil melihat-lihat anak-anak muda yang berlari pagi, joging, dan bersepeda santai sebagai aktivitas olah raga. Aku pun mulai menikmati bahagianya menikmati hari libur. Dan aku benar-benar merasakan hal itu waktu itu. Tidak ada sedikitpun firasat bahwa akan ada peristiwa besar yang bakal terjadi.

Jarum jam di dinding ruang tamu rumah kami menunjukkan pukul 07:45 saat itu. Sambil menyapu-nyapu kecil untuk menghalau debu yang masuk. Aku pun sesekali menjenguk anak dan istriku yang masih bermalas-malasan di tempat tidurnya. Dan aku biarkan saja. Dalam hatiku, biarlah pagi ini sedikit terlambat untuk sarapan. Tidak apa-apa, yang penting mereka senang.

Hingga tepat pukul 07:55, tanpa sengaja aku keluar ke bagian halaman depan rumah. Dan sungguh betapa kagetnya kami begitu tiba-tiba bumi ini mulai bergoyang. Goncangan awal begitu perlahan dan tidak membikin pusing. Aku pun masih berpikir "wah ini biasa", namanya gempa ya seperti ini. Tidak masalah, pikir ku.

Dan karena masih bisa berjalan, aku bergegas lari ke kamar dimana istri dan anak kami tidur. Belum sampai aku di pintu kamar, ternyata istriku pun sudah tahu bahwa bumi sedang tidak dalam kondisi normal. Dia tahu bahwa ini sedang gempa. Begitulah, tidak terpikir sedikit pun oleh kami bahwa kami harus meninggalkan rumah kami untuk beberapa pekan.

Ya, sejurus itu, goyangan gempa semakin terasa kuat. Orang-orang mulai keluar dari rumah dan mencari tempat yang sedikit aman dari resiko reruntuhan. Karena depan rumah kami langsung jalan. Maka semua orang, dan tetangga kami berhamburan dijalan sambil mengalami kepanikan yang luar biasa.

Tidak ada satu orang pun yang dapat berdiri tegak di tengah-tengah kondisi bumi sedang berguncang saat itu. Semuanya tiarap di jalan, persis jalan bebek kayak tentara kalah perang. Merangkak perlahan, masing-masing kami mencari aman sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun