Aktivitas manusia dalam dunia literasi ilmu pengetahuan banyak ragamnya. Ada sebagian yang berbakat dalam menggali dan menuangkan buah pikir mereka dengan bertutur kata. Sebagian lainnya dengan meneliti dan membaca. Namun tidak sedikit pula dengan jalan menulis.
Mengolah kata hingga tersusun menjadi sebuah kalimat yang memiliki makna bagi pembaca, merupakan salah satu keahlian yang dimiliki oleh seorang penulis. Melalui ragam kata, digunakan untuk mewakilkan pikiran atau ide yang ada dalam benaknya lalu disampaikan ke orang lain.
Proses transformasi pikiran menjadi sebuah karya tulis yang mudah dimengerti oleh pembaca, menjadi suatu keniscayaan bagi siapa saja yang ingin berkarya di jagad penulisan. Dengan demikian, pesan dalam karya tulis yang dihasilkan tersebut dapat sampai ke sasaran.
Oleh karena itu seorang penulis memiliki peran yang sangat strategis dalam arus kanal informasi. Karena mereka mampu menawarkan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pembaca. Bahkan narasi yang diciptakan oleh seorang penulis dapat mempengaruhi cara pandang orang lain terhadap suatu persoalan.
Memang penulis itu ada klasifikasinya atau ada penggolongannya. Misalnya mulai dari penulis kelas profesional sampai kelas abal-abal. Kelompok penulis profesional biasanya mereka bekerja dibidang penulisan dengan keahlian dan kompetensi khusus yang dimiliki. Dan pada umumnya mereka sangat terlatih, memahami betul tentang profesi yang dijalaninya.
Tulisan mereka pun sudah menjadi konsumsi publik secara meluas. Baik sebagai penulis di media massa, penulis buku, bahkan para peneliti yang sering bergelut dengan dunia jurnal. Karya tulis para penulis profesional ini selalu dihasilkan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab terhadap informasi yang disajikan.
Sehingga karya mereka selalu dapat mencerahkan pemikiran masyarakat. Jarang sekali penulis profesional melakukan pelanggaran terhadap etika penulisan sebuah karya tulis. Hal ini dapat dilihat dan tercermin pada penggunaan kata-kata yang dipilih dalam tulisan mereka selalu mengedepankan kesantunan bahasa dan kehati-hatian.Â
Jika terpaksa mengkritik pun, penulis profesional selalu menyampaikan dengan kalimat-kalimat yang positif dan halus. Mereka menghindari menggunakan kata-kata yang sangat vulgar dan memiliki makna bias, rancu, dan berpotensi melahirkan kesesatan berpikir para pembacanya.
Dengan menempatkan sikap kehati-hatian dalam merangkai sebuah kalimat untuk menggambarkan ide atau wacana yang ingin disampaikan, telah membuat pembaca dapat menikmati rasa dari sebuah tulisan. Selain itu juga menyelamatkan penulis dari persepsi negatif para pembaca.
Bagaimanapun antara penulis dan tulisan yang dihasilkan memiliki korelasi terhadap kepercayaan publik. Artinya, sebuah tulisan yang dapat dipercayai kebenarannya pasti dihasilkan oleh penulis yang juga dapat dipercaya.
Oleh sebab itu, marilah kita belajar menjadi penulis yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban dalam jagad penulisan. Mestinya kita mampu membedakan antara tulisan yang bersifat memberi nasehat dengan tulisan menghujat. Membedakan antara kritik dengan hoaks.
Dalam konteks tersebut, kita patut kuatir (baca: berhati-hati) dengan gaya penulisan yang selama ini kita usung. Selayaknya kita bertanya pada diri sendiri, mengapa kita menulis? Apa tujuan kita menulis?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mesti kita klirkan lebih dulu. Kenapa demikian? Karena jangan sampai kita terjebak pada situasional yang menggiring kita menjadi penghujat melalui tulisan.
Dalam hal ini para maestro jurnalis selalu mengingatkan kita dengan mengatakan "menulislah dengan hati". Jadikan penamu sebagai senjata pembela kebenaran, berikan pencerahan kepada para pembaca. Dan mereka pun membuktikannya dengan menghasilkan karya tulis yang berkualitas, sejuk, dan tidak menghujat orang lain secara kasar dan membabi buta.
Dibandingkan dengan penulis abal-abal, tulisannya penuh cerita, cenderung mendramatisasi sebuah fakta untuk 'menghalalkan' hujatan yang dialamatkan pada diri seseorang, yang sesungguhnya ia adalah nara sumber tulisannya. Sangat aneh para penulis abal-abal.
Penulis abal-abal terkadang mereka memiliki kanal informasi. Sering juga terlihat bak penulis profesional yang seolah-olah menguasai semua masalah.
Mereka membangun argumentasi sedemikian rupa dalam menyajikan sebuah fakta dalam tulisannya. Sehingga pembaca yang kurang cermat dapat termakan dengan opininya, padahal kalau ditelisik, penulis abal-abal hanya mencoba mengarang cerita.
Dengan begitu, dan tanpa bermaksud mengatakan bahwa kita patut meragukan seseorang yang menghasilkan tulisannya penuh hujatan sebagai penulis abal-abal. Akan tetapi justru tulisan ini sebagai alat pengingat diri sendiri untuk tidak sampai menulis hujatan terhadap seseorang, meskipun kita sangat mengenal orang yang dihujat tersebut.
Akhirnya jika kita sebagai penulis meskipun belum tergolong penulis profesional, tentu memiliki kesempatan untuk menjadi lebih bermartabat sekiranya tulisan kita dapat mencerahkan, menyejukkan, dan membuat para pembaca semakin cerdas.
Namun sebaliknya juga bisa menjadi penulis pencerca, penghujat, dan tulisannya dapat menyesatkan cara berpikir masyarakat. Pilih mana?
Salam***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H