Alhamdulillah tahapan Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2019 untuk memilih Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 mulai berjalan dengan baik, damai, dan positif. Dimulai dengan pendeklarasian masing-masing pasangan bakal calon yang diusung oleh partai politik yang memenuhi Presidential Threshold (PT) sebagaimana ditetapkan dalam UU Pemilu.Â
Kemarin, tepatnya hari Minggu, 12 Agustus 2018, pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden dari Jokowi dan Ma'aruf Amin telah melakukan tahapan berikutnya yaitu tes kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.
Semua proses tersebut berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Bahkan KPU pun ikut memantau langsung ke rumah sakit militer itu untuk memastikan bahwa tahapan pilpres tidak ada masalah atau kendala yang berarti.Â
Dengan menuntun tangan Ma'aruf Amin saat secara bersama-sama melakukan tes kesehatan, Jokowi tampak sangat akrab dan dekat dengan bakal calon wakilnya tersebut. Seakan-akan ingin menunjukkan ke publik bahwa Jokowi memang sangat dekat dengan ulama. Kemesraan kedua mereka pun ikut menjadi perhatian para awak media. Sehingga tidak heran jika gambar mereka terpampang di halaman depan.Â
Suasana seperti itu sangat baik dan positif. Dengan sikap yang ditunjukkan oleh orang nomor satu di negeri ini dapat menjadi tauladan bagi rakyat yang dipimpinnya. Pesan moralnya adalah begitulah hendaknya antara umara dan ulama. Saling mendukung dan saling tolong menolong pada kebaikan.Â
Meskipun demikian, tidak sedikit para pendukung Jokowi yang merasa kecewa atas keputusan tersebut. Berbagai alasan dan argumentasi Jokowers (sebutan pendukung Jokowi) yang menjelaskan ketidaksetujuan mereka terhadap Ma'aruf Amin sebagai bakal calon wakil presiden Jokowi.Â
Namun disisi lain, Jokowi yang diusung oleh koalisi partai politik tentu saja tidak mudah dalam menentukan pilihan bakal cawapres. Ada banyak kepentingan yang harus diakomodir oleh Jokowi. Konon terpilihnya Ma'aruf Amin merupakan alternatif lain untuk menolak Mahfud MD yang tidak diinginkan oleh semua parpol koalisi.Â
Artinya Ma'aruf Amin adalah jalan tengah untuk menghindari perpecahan ditubuh partai Koalisi Indonesia Bekerja yang mengusung pasangan tersebut. Tarik menarik kepentingan kekuasaan dan politik terasa sangat kuat bahkan mampu menekan Jokowi dalam membuat keputusan politiknya.Â
Sebagai orang yang awam politik, saya menilai bahwa para ketua partai politik koalisi pengusung Jokowi memang tidak melepaskan semua hak mereka ke Jokowi. Meskipun dalam banyak kesempatan mereka selalu mengatakan kepada publik akan menerima siapapun bakal cawapres yang dipilih Jokowi.Â
Alhasil Mahfud MD yang akan dipilih Jokowi pun menjadi "korban". Sehingga Mahfud MD harus pulang lebih cepat dari tempat restoran dia menunggu saat menjelang deklarasi. Dan Mahfud MD mengatakan ke media tidak ada masalah, itu hal biasa dalam politik. Artinya dia "legowo" sedikit terpaksa.Â
Dalam kacamata saya, Jokowi saat ini tersandera oleh partai koalisi yang dibangunnya. Dari banyak narasi yang beredar membuktikan bahwa PKB tidak bisa menerima Mahfud MD sebagai cawapres. Sehingga ada tiga partai lainnya yang mengancam akan membuat poros ketiga.Â
Jadi bisa dikatakan Ma'aruf Amin merupakan kuda hitam dalam pencalonan bakal cawapres bagi Jokowi. Munculnya tokoh MA dalam bursa cawapres benar-benar diluar dugaan banyak pihak. Bahkan lembaga survei pun tidak pernah mengajukan nama tersebut dalam survei-survei yang dilakukan.Â
Saya salut pada keberanian parpol koalisi yang berani melakukan panetrasi kepentingan politiknya dihadapan Jokowi. Partai nasionalis juga terlihat 'mati kutu'. Padahal mereka tidak pernah mempunyai agenda untuk mengusung tokoh agama sekaliber ulama.Â
Langkah politik partai nasionalis dengan ikut mengiyakan pilihan PKB (partai berbasis agama), mengindikasikan negosiasi politik partai nasionalis mundur selangkah. Ini tentu bagian dari strategi politik. Dengan mengalah sedikit demi kepentingan jangka panjang, maka mereka akan mendapatkan keuntungan jangka panjang.Â
Apalagi pemilu yang akan dihadapi pada tahun depan tersebut bukan hanya pilpres tetapi juga pemilu legislatif (pileg). Dan itu bersamaan waktunya. Artinya kalkulasi politik harus benar-benar diperhitungkan oleh partai politik jika ingin eksis di lima tahun kedepan.Â
Maka, menurut amatan saya, partai nasionalis yang terlanjur dicap sebagai partai anti Islam, partai pengusung penista agama, partai setan dan segala label negatif lainnya, menjadi faktor yang bisa mempengaruhi perolehan suara bagi pilpres dan pileg. Oleh sebab itu imej negatif  itu harus segera dibersihkan dari benak masyarakat Indonesia.Â
Nah, inilah momentum bagi partai nasionalis untuk melakukan reposisi politik di tengah-tengah masyarakat. Dengan menyorong Ma'aruf Amin sebagai cawapres maka persepsi bahwa anti islam, anti ulama, dan cap partai penista agama akan terbantahkan. Itulah yang saya maksudkan sebagai recovery politik oleh partai politik pengusung Jokowi yang sebagian besar juga partai yang pernah mendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.Â
Salam.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H