Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Lingkungan Kerja Tidak Nyaman

19 Juli 2018   09:30 Diperbarui: 19 Juli 2018   09:56 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suatu pagi ketika saya singgah di satu warung kopi dekat sebuah komplek perkantoran untuk sarapan, tanpa sengaja saya dipertemukan dengan seorang teman lama saat masih kuliah 15 tahun lalu. 

Pertemuan pertama sejak sekian lama tanpa terjalin komunikasi itu pun menjadi semacam reuni. Diantara kami saling mengenang kembali masa-masa pahit saat kuliah dulu. Kebetulan waktu itu kami juga teman satu kos. 

Terakhir saya mendapatkan kabar kalau teman saya tersebut telah bekerja di sebuah perusahaan bonafid dengan jabatan "basah." Nah, asumsi saya tentu saja ia telah menjadi orang sukses, sukses dalam karir. 

Saya sendiri tidak kaget jika mendengar bahwa ia memegang satu jabatan penting dalam manajemen perusahaan tempat ia bekerja, karena memang ia memiliki kecerdasan yang bagus, akhlaknya baik, dan mau berkerja keras. 

Sehingga pertemuan hari itu membuat saya sangat bahagia dan menjadi sebuah kejutan. Berharap akan banyak cerita menyenangkan yang akan meluncur deras dari mulutnya. 

Setelah kami bersalaman dan saling berpelukan, sebagai tanda lepas rindu. Ia pun menanyakan kabar saya dan keluarga. Begitu pula sebaliknya, saya pun menanyakan bagaimana kabar keluarga dan tempat ia bekerja. 

Karena kami teman yang sudah saling terbuka satu sama lain, maka tidak ada rahasia diantara kami. Kisah apapun selalu akan menjadi sebuah cerita yang saling kami bagikan. 

Setelah ia mengabarkan kondisi isteri, anak dan keluarga besar mereka dalam keadaan baik dan sehat-sehat saja, lalu ia pun mulai bercerita tentang karirnya. 

Saat mulai mengkisahkan perjalanan karirnya inilah suasana pertemuan kami pun mulai berubah. Tadinya penuh tawa dan santai, perlahan menjadi tegang dan sedikit melankolis. Hampir-hampir seperti kisah dalam sebuah drama korea yang ditayangkan telivisi Indonesia. 

Perasaan terharu mulai timbul dihati saya ketika teman saya tersebut bicara tentang kondisi internal manajemen tempat ia bekerja dulu (ternyata kini ia telah resign) yang buruk dan penuh konflik. 

Tiba-tiba butiran air mata mulai nampak dimatanya sambil menahan kata-kata yang terucap. Saya pun ikut terharu melihat wajahnya yang berubah seakan pernah mengalami persoalan yang sangat berat di masa lalu. 

"tidak ada lagi yang bisa saya pertahankan, pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin dengan baik, manajemen penuh konflik dan saling menjatuhkan," begitu teman saya berucap.  

Dengan kondisi seperti itu sebaiknya kita tidak perlu bertahan. Lebih baik memilih meninggalkan perusahaan daripada melanjutkan "perang" yang tidak fair tersebut. 

Ketika pimpinan puncak tidak bisa bertindak secara bijak dalam membuat keputusan, maka saat itulah sebuah organisasi mulai terancam. Dampaknya sangat buruk bagi lingkungan kerja internal secara keseluruhan. 

Itulah yang dialami oleh teman saya, berbagai ketimpangan dalam manajemen mulai terjadi. Bawahan dan staff mulai tidak percaya lagi kepada atasan mereka. Sesama karyawan pun muncul grup-grup kecil yang terbelah. 

Situasi benar-benar berbanding terbalik dengan teori-teori manajemen yang dulu pernah ia pelajari di bangku kuliah. Tidak ada lagi pembagian tugas dan fungsi sesuai bagan organisasi seperti diajarkan oleh teori George R. Terry.  Persaingan tidak sehat muncul dimana-mana.

Saat situasi chaos itulah kita mesti berpikir ulang keberadaan kita disebuah organisasi, begitu saran teman saya. Saat seperti itu kontribusi apapun yang akan kita berikan sudah tidak ada tempatnya. Karena setiap orang sudah memegang kendali atas dirinya sendiri tanpa menghiraukan lagi tujuan perusahaan. 

"Dan itulah yang menyebabkan saya mengundurkan diri dari tempat dimana saya pernah berkarya selama 10 tahun terakhir.." lanjut teman saya tersebut. 

Jadi dari pertemuan istimewa ini kami lebih banyak saling cerita dari hati ke hati soal kehidupan masing-masing. Kini saya pun mengerti bahwa bekerja pada sebuah perusahaan yang manajemennya buruk  merupakan bencana bagi masa depan. 

Salam.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun