Meskipun demikian, apa yang dituduhkan oleh KPK terhadap Gubernur Aceh tersebut belum tentu benar. Masyarakat Aceh merasa Irwandi Yusuf sengaja dikriminalisasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Mengingat sebelumnya Pemerintah Aceh telah menyatakan bahwa proyek pembangunan di Aceh diharamkan untuk mengambil fee atau dalam istilah Irwandi Yusuf disebut mazhab "hana fee."
Hambat pembangunanÂ
Aceh yang sudah pernah hancur sejak konflik berkepanjangan dan ditambah dengan musibah gempa/tsunami sepuluh tahun lalu. Sudah sewajarnya kalau setelah masa damai, Pemerintah ingin memacu pembangunan Aceh secepat mungkin agar bisa mengejar ketertinggalan dengan daerah lain.Â
Sehingga rencana strategis pembangunan Aceh dengan dukungan anggaran pemerintah pusat memungkinkan kemajuan Aceh segera bisa dicapai. Dan itulah sebenarnya harapan seluruh elemen masyarakat Aceh kepada siapa saja Gubernur terpilih yang memimpin Aceh.Â
Namun dengan kasus yang menjerat Irwandi Yusuf tersebut tentu saja sangat berpengaruh terhadap gerak laju pembangunan daerah Aceh berbagai sektor. Terutama pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pelaku usaha.Â
Apalagi setelah Gubernur Aceh ditetapkan sebagai tersangka, KPK juga menyegel lembaga Unit Layanan Pelelangan (ULP) barang dan jasa Provinsi Aceh demi untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.Â
Dampak dari penyegelan lembaga tersebut membuat proses pelaksanaan pembangunan Aceh secara keseluruhan menjadi terhambat. Karena bagaimanapun pelaksanaan teknis secara administrasi sangat penting untuk menghindari penyelewengan dan penyimpangan dalam melaksanakan proyek oleh kontraktor.Â
Demikian catatan kecil pandangan selayang masyarakat Aceh paska tertangkapnya Gubernur Aceh drh. Irwandi Yusuf, M. Sc. Namun begitu doa seluruh rakyat Aceh selalu mengiringi beliau.Â
Salam.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H