Sejak digulirkannya program kredit lunak KUR oleh pemerintah sedikit banyak telah menjadi jalan keluar bagi UMKM dalam upaya meningkatkan kapasitas usahanya melalui penambahan modal, baik modal kerja maupun modal investasi.Â
Program KUR merupakan salah satu andalan pemerintah dalam menjalankan kebijakan pemberdayaan ekonomi sekaligus mendorong efektivitas instrumen moneter untuk memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.Â
Dasar hukum pelaksanaan KUR sendiri diatur melalui peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres). Kedua perangkat pelaksana teknis tersebut didasarkan pada UU No. 20/2008 tentang UMKM terutama terkait dengan pasal yang mengatur permodalan UMKM yang menjadi kewajiban negara.Â
Pada tahun 2018 pemerintah menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp120 triliun kepada 2.201.005 debitur atau calon penerima. Dengan bidang usaha seluruh sektor ekonomi produktif yang feasible namun belum bankable.Â
Sementara realisasi hingga akhir Mei 2018 telah mencapai Rp57,6 triliun atau setara 48 persen dari total yang ditargetkan. Jika dibandingkan dengan KUR tahun lalu terjadi peningkatan, baik dari jumlah baki kredit maupun jumlah pelaku usaha yang disasar.Â
Selain itu, bank penyalur KUR tahun 2018 juga semakin banyak, bahkan bukan hanya perbankan saja namun termasuk koperasi pun diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk menyalurkan KUR. Dengan semakin luas jaringan lembaga penyalur, maka diharapkan realisasi KUR semakin meningkat pula. Apalagi bank swasta juga ikut dilibatkan dalam program KUR 2018.
Perbedaan KUR dengan skim kredit lainnya terletak pada suku bunga yang rendah dan persyaratan yang tidak terlalu rumit. Untuk suku bunga KUR 2018, pemerintah menetapkan sekitar 7 persen atau lebih murah dari kredit komersil yang diberikan oleh bank.Â
KUR disalurkan oleh beberapa bank penyalur, BRI mendapatkan plafond lebih besar, sekitar 60 persen dari total KUR diberikan kepada PT Bank BRI oleh pemerintah sedangkan 40 persen lainnya sharing untuk bank/koperasi termasuk bank swasta.Â
Terobosan pemerintah untuk memperluas jangkauan akses KUR merupakan kebijakan yang sangat tepat, mengingat kendala tahun-tahun sebelumnya UMKM atau calon debitur terbatas dalam hal accessable. Ada inovasi kebijakan dengan melibatkan koperasi dan bank swasta pada program KUR 2018.
Meskipun berbagai strategi terus diperbaiki dan ditingkatkan oleh pemangku kepentingan dalam mempercepat akselerasi penyerapan KUR oleh UMKM. Namun masih terdapat pula keluhan sebagian pelaku usaha sektor ekonomi kelautan dan perikanan yang merasa masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan KUR.Â
Keluhan mereka tersebut bukan tanpa dasar. Dari data penyaluran KUR yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dapat dilihat jumlah kredit yang disalurkan ke sektor kelautan dan perikanan masih sangat rendah atau dibawah 5 persen dari total KUR. Sementara sektor perdagangan mencapai 60 persen lebih.Â
Ketimpangan tersebut tentu saja menimbulkan tanda tanya dikalangan pelaku usaha bidang kelautan dan perikanan, mereka merasa bank penyalur sengaja mempersulit. Bahkan calon debitur seringkali tidak mendapatkan kepastian dari bank penyalur setelah proposal diajukan.Â
Seperti dikeluhkan oleh Sabri Ramli, pengurus koperasi nelayan di Banda Aceh, berurusan dengan bank dalam hal pengajuan KUR sangat tidak ramah. Pengalaman mereka mengajukan KUR ke Bank BNI dari plafond yang diajukan ditolak oleh pihak bank padahal seluruh persyaratan telah mereka penuhi.Â
Sekedar informasi, koperasi nelayan yang diketuai oleh Sabri Ramli memiliki aset Rp1,2 milyar dengan omzet hampir Rp10 milyar per tahun. Koperasi nelayan ini memiliki anggota sebanyak 250 orang yang terdiri dari nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan sampai buruh yang bekerja dipelabuhan perikanan.
Ketika ditanya apa yang menyebabkan bank sulit memberikan kredit ke sektor perikanan. Sabri Ramli mengatakan, berdasarkan informasi petugas bank (AO Kredit) bahwa sektor perikanan memiliki risiko tinggi sehingga pihak bank tidak berani menyalurkan kreditnya. Beda dengan usaha perdagangan yang memiliki lebih rendah.Â
Namun jika bank selalu beralasan dengan risiko, kapan sektor perikanan bisa maju? Kalau begini caranya percuma pemerintah berkoar-koar tentang program kemaritiman. Mustahil menjadikan laut Indonesia sebagai poros maritim dunia jika nelayan saja tidak mampu disejahterakan.Â
Mestinya dengan pola KUR, bank tidak perlu takut dengan risiko. Karena jika terjadi gagal bayar, pemerintah melalui perusahaan penjaminan kredit akan mengembalikan dana bank tersebut. Dan sebetulnya itulah strategi pemerintah dalam mendorong UMKM menjadi bankable.Â
Permasalahan lainnya yang sampai saat ini juga dialami oleh UMKM di lapangan adalah kebijakan kredit mikro dengan plafond paling tinggi Rp25 juta tidak perlu menyediakan agunan tambahan jika mengajukan KUR namun oleh bank tetap saja mewajibkan adanya agunan atau jaminan tambahan sesuai prosedur yang mereka tetapkan. Padahal dalam perpres KUR jelas disebutkan secara detil.
Melihat begitu banyak persoalan yang perlu diluruskan oleh pemerintah terkait dengan program KUR terutama bagaimana mengawal pihak bank penyalur agar benar-benar menjalankan kebijakan ini dengan baik dan transparan. Kiranya tim komite KUR dapat menindaklanjuti keluhan UMKM terutama pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan yang merasa diperlakukan tidak adil oleh bank.Â
Semoga, salam.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H