Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Presiden Joko Widodo Luncurkan PPh Final UKM 0,5 Persen

22 Juni 2018   10:48 Diperbarui: 22 Juni 2018   11:56 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini Jumat, 22 Juni 2018 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo secara resmi meluncurkan tarif pajak baru bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari sebelumnya 1 persen menjadi 0,5 persen di Surabaya, Jawa Timur. 

Kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan kembali besaran tarif PPh final UKM sebagai respon atas berbagai keluhan pelaku usaha yang merasa pajak UKM  1 persen masih terlalu besar. 

Pemerintah telah merivisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Dari Usaha Yang Diterima atau Diperolah Wajib Pajak Tertentu Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Aturan baru ini mulai berlaku, 1 Juli 2018. Seiring dengan peluncuran tarif baru tersebut, Kementerian Keuangan juga akan mengeluarkan turunan dari PP ini berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). 

Dengan adanya aturan teknis yang lebih jelas, pelaksanaan kebijakan ini diharapkan menjadi optimal dan tidak membingungkan wajib pajak (WP) baik WP Badan maupun WP Orang Pribadi dilapangan dalam penyetoran dan pemungutan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan revisi PP 46/2013 sudah rampung dilakukan dan proses harmonisasi juga telah selesai. Menurutnya regulasi tersebut sudah siap ditandatangani Presiden. 

Begitu pula PMK dalam waktu dekat akan segera dipublikasikan ke masyarakat sebagai sosialiasi, karena minggu depan aturan ini sudah diberlakukan. Jadi saat ini masih ada beberapa hari lagi bagi UKM untuk mencari berbagai informasi tentang pemungutan pajak tersebut.

Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan juga menegaskan bahwa PP 43/2013 juga sudah siap diluncurkan ke publik. Ada tiga hal pokok yang menjadi subtansi revisi PP tersebut. 

Pertama; pengaturan besaran tarif dan subjek UKM yang termasuk dalam ruang lingkup pengenaan pajak PPh UKM sebesar 0,5 persen. Kedua; ambang batas (threshold) UKM sebesar Rp4,8 milyar. Dan ketiga; batas waktu bagi WP OP maupun WP badan UKM menggunakan tarif PPh Final tersebut. 

Untuk tarif PPh final UKM sebesar 0,5 persen berlaku bagi UKM individu (pribadi) sebagai wajib pajak orang, lalu wajib pajak badan antara lain, koperasi, persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap/CV), firma, dan perseroan terbatas (PT).

Jangka waktu pemberlakuan atau penggunaan PPh final yang baru ini adalah tujuh tahu bagi WP OP, empat tahun bagi WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV) atau firma, dan tiga tahun bagi WP badan berbentuk perseroan terbatas (PT). 

Tenggat waktu yang diberikan kepada UKM dalam PP 46/2013 selama jangka waktu tertentu dimaksudkan untuk memberikan ruang yang cukup bagi pelaku UKM menyiapkan pencatatan keuangan usaha secara baik sehingga selanjutnya diharapkan UKM sudah dapat menyetorkan pajak atau PPh normal. 

Jadi PP ini berlaku dan mengatur PPh final UKM selama waktu terbatas. Atau pada saatnya nanti UKM sudah memiliki pembukuan yang lebih rapi dan standar, maka tarif pajak akan berlaku seperti biasa. 

Terkait dengan pemberlakuan pajak penghasilan bagi pelaku UKM oleh pemerintah, pelaku UKM menyambut baik keputusan pemerintah untuk menurunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen bahkan mereka berharap bisa lebih rendah lagi menjadi 0,25 persen. 

Bagaimanapun UKM dengan omzet 4,8 milyar wajib membayar pajak, ini sangat mengkuatirkan. Ada kecemasan yang terlihat dikalangan pelaku UKM terutama koperasi dalam melihat penentuan ambang batas penjualan. 

Omzet itukan pendapatan kotor, dari total pendapatan tersebut meskipun terlihat besar namun belum tentu UKM tersebut memperoleh keuntungan sama besarnya. Lalu UKM tidak memiliki pencatatan atau laporan keuangan yang auditable sebagai dasar yang bisa digunakan untuk menghitung besar PPh yang harus disetorkan. 

Disisi lain pemerintah memang harus berlaku adil juga dalam hal perpajakan. Apalagi saat ini banyak e-commerce skala UKM yang belum menjadi wajib pajak. Padahal omzetnya sudah mencapai ratusan sampai milyaran rupiah. 

Sebagaimana diketahui, sumber pendapatan negara untuk membiayai pembangunan salah satunya adalah dari pajak. Hampir 80 persen pemasukan negara bersumber dari sektor pajak. Oleh sebab itu pemerintah gencar melakukan kebijakan peningkatan pajak oleh WP. 

Semoga pemberlakuan PPh final UKM tersebut tidak berpengaruh negatif terlalu besar terhadap daya saing UKM di pasar dan juga tidak memberatkan konsumen dalam membeli produk-produk UKM.  

Salam.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun