Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menanamkan Semangat Berbagi Melalui Zakat dan Salam Tempel Lebaran

14 Juni 2018   07:49 Diperbarui: 14 Juni 2018   08:07 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Hari ini, Kamis (14/6) adalah hari-hari terakhir menjelang telah usainya pelaksanaan ibadah puasa ramadan 1439 H. Bahkan beberapa saudara muslim lainnya sudah berlebaran sejak kemarin.

Sebagaimana telah dijelaskan oleh para Ulama bahwa ibadah puasa erat kaitannya dengan amalan hablum minallah yaitu hubungan manusia dengan Allah. Puasa sebagai bentuk ibadah yang mendekatkan diri kepada sang Khalik. 

Sehingga ibadah puasa sangat dominan dengan dimensi tauhid dalam amalannya. Terang saja, secara logika tidak sanggup seseorang menahan lapar dan dahaga selama 14 jam (di Indonesia) setiap hari selama sebulan kalau bukan karena imannya. 

Sebab karena ia percaya kepada Tuhannya dan ikhlas menjalankan segala perintah Nya lah yang membuat seseorang mampu menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Padahal bisa saja ia makan dan minum didalam gelap tanpa ada orang yang mengetahuinya, namun hal itu tidak ia lakukan. Kenapa? Karena ia meyakini bahwa Tuhan pasti melihatnya.

Memang, setiap ibadah itu selalu memiliki dua dimensi dalam pelaksanaannya. Baik dimensi keimanan kepada Allah dan maupun dimensi amalan sosial sesama manusia sebagai hablum minannas.

Meskipun ibadah puasa sebagai ibadah rahasia dimana hanya Tuhan dan dirinya saja yang mengetahui apakah ia berpuasa atau tidak, namun tidak boleh juga melupakan esensi sosial yang terkandung dalam filosofis atau simbul puasa itu sendiri. 

Misalnya, filosofi menahan lapar dalam berpuasa, hal ini bermakna bahwa kita diajarkan untuk berempati kepada mereka yang dalam kehidupan sehari-hari sering tidak makan dan menahan kelaparan. Sehingga seseorang merasakan bagaimana kehidupan orang fakir miskin, lalu tergerak hatinya untuk membantu mereka. Begitulah salah satu contoh nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa berdimensi sosial. 

Begitu juga misalnya ibadah shalat dan haji, selain karena menjalankan perintah Allah juga sebagai sarana bagi manusia untuk mengambil hikmah agar nilai-nilai dan maknanya dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dalam sosial masyarakat. Itulah kesalehan sosial yang diharapkan dari setiap perintah ibadah itu sendiri. 

Tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan ibadah zakat. Justru sangat dominan dengan semangat berbagi sebagai filosofinya. Meskipun sebagai perintah agama namun fungsinya lebih kepada penekanan pada aspek ekonomi. 

Melalui zakat, ummat Islam diajarkan untuk melakukan kegiatan re-distribusi ekonomi. Dengan menyerahkan sedikit kelebihan rezeki kepada para mustahik, maka terjadi pemerataan ekonomi dan pendapatan antara orang kaya dengan orang miskin. 

Memang zakat tersebut tidak serta merta membuat orang miskin mendadak berubah menjadi kaya, namun setidaknya telah mengurangi sedikit beban hidupnya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Makanya zakat itu diwajibkan kepada orang yang mampu saja. 

Zakat itu banyak ragamnya, ada zakat harta, zakat penghasilan, zakat pertanian, zakat peternakan dan zakat fitrah. Dalam rukun Islam, zakat berada pada urutan keempat. Artinya belum Islam seseorang kalau ia tidak menunaikan zakatnya. 

Masing-masing jenis zakat tersebut ada aturan dan tata cara pelaksanaannya yang diatur oleh Allah dan Rasul Nya. Misalnya zakat fitrah. Zakat ini diwajibkan kepada setiap orang Islam atau fardhu ain. Karena hukumnya wajib, maka berdosa bila tidak laksanakan. 

Dari segi waktu, pelaksanaan zakat fitrah dilakukan pada bulan ramadan, tidak boleh diluar ramadan. Sehingga belum sempurna ibadah puasa seseorang jika ia belum menunaikan zakat ini. Biasanya zakat fitrah diserahkan paling lambat sebelum khatib shalat Idul Fitri menaiki mimbar pada hari raya. 

Namun yang lebih afdhal ditunaikan pada hari 25-28 ramadan, lalu pada hari 29 atau 30 ramadan para mustahik (orang yang berhak menerima zakat) sudah menerima nya. Artinya zakat fitrah tersebut sangat baik diberikan sebelum hari raya. Tujuannya adalah agar mereka dapat melaksanakan hari raya dengan tenang dan suka cita.

Begitu pula tradisi salam tempel yang sering kita lihat pada hari raya baik idul fitri maupun idul adha. Setiap anak-anak yang berkunjung atau bertamu pasti pemilik rumah memberikan mereka uang lebaran. Tradisi ini bermaksud untuk mengajarkan mereka semangat berbagi sejak dini. Bukan mengajarkan materialistik. 

Dengan kita memberikan contoh tangan diatas lebih baik dari tangan di bawah, maka setelah mereka dewasa nanti diharapkan tidak kikir atau pelit mengeluarkan hartnya untuk berbagi dengan sesama. Jadi sangat keliru jika ada orang yang mengatakan salam tempel lebaran sebagai bentuk mengajarkan mengemis. 

Pemberian uang untuk anak-anak pada hari lebaran itu tidak sama dengan istilah angpao apalagi suap menyuap. Islam tidak mengajarkan ummatnya untuk menjadi peminta-minta, justru Islam menginginkan ummatnya menjadi pemberi, berbagi dan saling tolong menolong. 

Dalam kerangka itulah budaya memberikan tip lebaran bertujuan untuk menggugah tumbuhnya sikap berbagi dan tidak pelit dikalangan ummat Islam. Lagi pula mereka yang diberi pun akan mengucapkan alhamdulillah dan terima kasih, maknanya mereka mendoakan agar rezeki si pemberi semakin bertambah dan berkah. 

Perlu digarisbawahi bahwa fungsi zakat dan sedekah (pemberian hari raya) sebagai sarana untuk membersihkan harta dari unsur-unsur haram dan keburukan lainnya. Dan yang lebih penting lagi zakat dan sedekah  dapat mengikis sikap kikir yang ada pada diri seseorang. Bagaimana pun Islam sangat membenci orang-orang kikir. 

Jadi mumpung masih ada satu hari lagi, bagi yang belum menunaikan zakat fitrah  segera serahkan kepada panitia di masjid terdekat sebelum terlambat. Karena sangat disayangkan jika ibadah puasa yang dilakukan tertolak atau tidak diterima oleh Allah Swt gara-gara tidak membayar zakat fitrah.

Nah jadi melalui setiap ibadah yang dilakukan hendaknya selalu memperhatikan dimensi sosial sebagai hikmah atau nilai-nilai yang dapat dipetik dari puasa, zakat dan salam tempel yang akan dilakukan. Sikap berbagi adalah inti dari segala amalan. 

Selamat menyambut hari Raya Idul Fitri 1439 H. Mohon maaf lahir dan batin. Salam----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun