Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pakaian Baru, Uang Baru Tapi Jangan Dosa Baru

24 Mei 2018   11:03 Diperbarui: 25 Mei 2018   09:42 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah hari ini (24/5) puasa kita sudah mencapai hari kedelapan, itu artinya kita sudah menyelesaikan puasa ramadan selama tujuh hari. Tak terasa sudah seminggu berlalu melewati hari-hari bulan ramadan. Kata orang memang waktu begitu cepat berlalu, bahkan Sayyidina Ali, RA menyebutkan waktu itu bagaikan pedang, maksudnya adalah begitu tajam (cepat) berlalu.

Waktu memang berperan sangat penting dalam alur kehidupan ini, sang waktu bisa mengubah segalanya. Sebab itu Allah telah mengingatkan kita agar manusia dapat selalu memperhatikan waktu. Dalam sebuah firman, Allah bahkan bersumpah dengan waktu "demi waktu", sesungguhnya manusia itu selalu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman da beramal sholeh. 

Jadi 'waktu' dapat membuat seseorang menjadi yang memiliki amal shaleh (baik) atau dia merugi (celaka). Maka harapan kita semua hendaknya di sisa hari-hari bulan ramadan ini, kita dapat meningkatkan amal ibadah kita dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Misalnya dengan membaca Al-Quran, menulis artikel yang berguna bagi pengetahuan, sampai menonton acara-acara tv yang positif.

Jika puasa ramadan tahun ini diperkirakan hanya 29 hari, maka puasa kita hanya tersisa 21 hari lagi, tentu masih lama. Meskipun begitu, kalau kita lihat ibu-ibu rumah tangga diberbagai tempat bahkan sudah mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut lebaran Idul Fitri 1439 H. Ada diantara mereka yang sibuk berbelanja kue ke pasar, membeli perabotan baru dan bahkan mulai ramai juga yang sudah mulai cari-cari pakaian baru.

Kalau kita lihat situasi pasar di beberapa tempat hari ini mulai dipadati pengunjung, baik di Mall maupun pasar tradisional. Pada umumnya pengunjung tersebut adalah para ibu-ibu. Toko yang paling banyak didatangi seperti outlet-outlet yang menjual pakaian seperti baju muslimah, pakaian anak-anak dan toko kue.

Suasana pusat perbelanjaan sudah mulai terasa menyambut hari raya/lebaran, padahal puasa masih terbilang lama yakni 21 hari lagi. Namun begitulah semangat mereka untuk menyambut hari raya yang akan datang. Mereka tidak terlalu merisaukan pengeluaran yang sedikit membengkak, asalkan lebaran nanti bisa dirayakan dengan meriah dan bahagia.

Dari informasi sebuah laporan menyebutkan rata-rata pengeluaran per kapita untuk membeli pakaian baru pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah mencapai Rp1,000,000,- hingga Rp1,700,000,- dengan jumlah sekitar 3-4 item pakaian. Sedangkan pada masyarakat ekonomi menengah ke atas rata-rata menghabiskan uangnya Rp10,000,000,- sampai Rp15,000,000,- per kapitanya. Angka ini memang relatif, bisa berbeda antara satu kota dengan masyarakat di kota lainnya di Indonesia.

***

Menghadapi kebutuhan uang tunai oleh masyarakat yang akan berlebaran tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan Rp188,2 triliun untuk keperluan selama periode ramadan dan Idul Fitri 2018. 

Menurut Deputi Gubernur BI, Rosmaya Hadi memperkirakan kebutuhan uang tunai (outflow) pada ramadan dan Idul Fitri 1439 H meningkat 15,3 persen dibandingkan periode 1438 H atau tahun 2017 Rp163,2 triliun. "periode ramadan dan Idul Fitri memang selalu diiringi dengan peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat." kata Rosmaya Hadi.

Besarnya permintaan uang tunai oleh masyarakat tentu saja berpengaruh kepada jumlah uang beredar (JUB). Sehingga BI sebagai pihak yang diberikan tugas untuk mengatur arus pembayaran dapat mengontrol JUB tersebut dengan baik. Dalam melaksanakan tugas tersebut di bidang pengedaran uang, BI memiliki kewenangan untuk mengeluarkan, mengedarkan, mencabut dan menarik, serta memusnahkan uang rupiah.

Hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No.3 tahun 2004, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Jika dilihat secara wilayah, kebutuhan uang tunai Rp188,2 triliun sekitar 22,8 persen di tarik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek), sementara di Jawa non Jabodetabek mencapai 38,4 persen. Sedangka di wilayah Sumatera kebutuhan uang tunai periode ramadan dan persiapan lebaran BI memperkirakan sekitar 19,9 persen dari total 188,2 triliun tersebut. Selebihnya 18,9 persen untuk kebutuhan wilayah alinnya termasuk wilayah tengah dan timur Indonesia.

Guna memenuhi kebutuhan uang rupiah bagi masyarakat, BI melaksanakan layanan penukaran uang secara langsung melalui loket di seluruh kantor BI dan melalui kas keliling. Selain melakukan penukaran kepada masyarakat secara langsung, BI juga melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yaitu dengan perusahaan penukaran pecahan uang kecil (PPUPK) yang melayani penukaran uang pecahan kecil dan dengan PT. Pos Indonesia (Posindo) untuk melayani kebutuhan uang layak edar di wilayah perbatasan dan terpencil.

Layanan penukaran uang kepada masyarakat meliputi penukaran uang yang masih layak edar (ULE) dengan uang yang masih layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya, atau penukaran UTLE dengan uang layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya.

Pada tahun 2018 BI berkomitmen untuk mendistribusikan uang tunai (uang baru) tersebut ke seluruh Indonesia melalui 46 kantor perwakilan yang secara serentak melaukan aktivitas penukaran uang kepada masyarakat. Jadi masyarakat sudah bisa mendatangi kantor perwakilan BI di seluruh Indonesia untuk menukar uang tunai yang masih baru dan  kondisi sangat baik.

***

Kalau selama ramadan seseorang semakin bertambah imannya, berarti dia telah mendapatkan hikmah puasa ramadan. Rajin beribadah bukan hanya ibadah yang sifatnya wajib namun juga banyak melakukan ibadah-ibadah sunat lainnya menandakan bahwa orang tersebut berhasil menjalani ramadan dengan baik.

Sebagaimana kita tahu, puasa ramadan salah satu mekanisme bagi manusia untuk mengharapkan pengampunan atas dosa-dosa lalu yang dilakukannya. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw yang maknanya siapa saja yang berpuasa di bulan ramadan dengan keimanan dan keikhlasan, bagi mereka adalah Allah ampunkan segala dosa-dosanya.

Tentu kita dapat menimbang-nimbang sendiri bagaimana kualitas ibadah kita selama ramadan, apakah masuk kedalam kategori yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah, apakah kita berpuasa dengan ikhlas, apakah sholat yang kita lakukan benar-benar mengharapkan ridha Allah? Untuk menjawab pertanyaan ini hanya kita sendiri dan Allah yang tahu.

Jika kita yakin bahwa puasa dan ibadah lainnya yang dilakukan selama ini benar-benar karena Allah (lillahi ta`ala) bukan karena ada unsur lainyang mempersekutukan Nya, maka sesungguhnya kita pasti mendapatkan tiket pengampunan dosa dari Allah Swt. Namun sebalik itu sekiranya kita berpuasa hanya ikut-ikutan atau biar terlihat "beriman" di mata manusia,-apalagi ingin dipuji,- maka bisa jadi seluruh amalan kita tidak bernilai di sisi Allah. 

Sehingga agar puasa ramadan kita benar-benar mendapatkan pembersihan dosa, kita wajib menjaga dan memelihara terutama ibadah puasa kita dengan baik, mengikuti petunjuk yang benar tata cara berpuasa sebagaimana diajarkan oleh Yang Mulia Rasulullah Saw. Jangan sekali-sekali terdpat unsur riya dan syirik dalam ibadah yang kita lakukan. Sayang sekali bukan?

Maka momentum "sekolah" ramadan haruslah meluluskan alumni yang sudah bersih dari dosa-dosa masa lalu, kembali menjadi hamba yang Allah sucikan seperti layaknya seorang bayi. Ibarat kertas putih yang tidak ada nodanya. Mendapatkan predikat orang-orang yang bertakwa. Itulah misi ramadan yang sesungguhnya.

Sebab itu, mari kita jaga kesucian bulan ramadan ini dengan kita isi dengan hal-hal yang positif, silakan beli pakaian baru, perabot baru, buat kue sebanyak-banyaknya, namun ingat itu hanyalah pernak-pernik keindahan ramadan bukan subtansi ramadan. 

Sambutlah hari raya Idul Fitri dengan penuh suka cita, uang baru dan THR yang melimpah, tapi jangan lupa bahwa itu hanyalah sebuah tradisidan budaya saja, tidak bermakna semua itu jika kemudian justru kita mendapatkan dosa baru kembali. Padahal selama ramadan kita telah berhasil memperoleh predikat takwa.

Terakhir semoga tulisan ini bermanfaat buat penulis pribadi terutama dan jika bisa untuk para pembaca sekalian. Mohon maaf jika ada kekurangan. Mari sambutlah hari raya dengan hati yang damai, penuh cinta antar sesama dan tidak riya, pamer harta dan mewahnya pakaian baru yang kita punya.

Wasalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun