Perkembangan teknologi informasi yang demikian cepat membuat kehidupan manusia semakin mudah. Perkembangan teknologi informasi berbasis internet dan digital menjadi alat utama manusia zaman sekarang memperoleh informasi yang dibutuhkan.Â
Dengan kemajuan jagat teknologi informasi manusia dapat mengetahui berbagai informasi dari penjuru dunia dalam hitungan detik.
Pada dasarnya setiap orang pasti membutuhkan informasi sebagai pengetahuan bagi dirinya. Dengan informasi yang diperoleh maka dia dapat membuat keputusan yang tepat untuk berbagai kepentingan.
Dewasa ini produksi informasi dapat dengan mudah dilakukan, berbeda dengan era 20 tahun yang lalu. Kini setiap orang dapat menghasilkan berbagai macam informasi baik, tulisan, gambar, video dan jenis lainnya sebagai suatu berita berdasarkan apa yang dia lihat ataupun yang dirasakan.
Namun apakah semua informasi/berita yang dihasilkan tersebut dapat dipercaya? Jawabannya belum tentu bisa dipercaya. Sebab kenapa? Sekarang ini bahkan sejak dulu dalam dunia komunikasi dan informasi selalu diwarnai dengan yang Hoaks.
Hoaks adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah bohong.Â
Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/ kejadian sejatinya.Â
Definisi lain menyatakan hoax adalah suatu tipuan yang digunakan untuk mempercayai sesuatu yang salah dan seringkali tidak masuk akal yang melalui media online (merriamwebster.com).
Hoax bertujuan untuk membuat opini publik, menggiring opini publik, membentuk persepsi juga untuk hufing fun yang menguji kecerdasan dan kecermatan penerima/pengguna informasi.
Dalam konteks Indonesia saat ini, Hoax kerap menjadi momok dalam lalu lintas informasi. Penyebaran informasi bersifat Hoax pun dilakukan dalam ranah komunikasi publik seperti media sosial.Â
Barangkali tidak terlalu menjadi masalah jika Hoax yang disebar lewat media sosial tersebut bila kontennya hanya lelucon ataupun hal yang membuat jenaka sebagai sebuah karya fiksi -sepanjang tidak melanggar hukum dan etika-.Â