Group WA hari ini rame, gara - gara gempa di kawasan situbondo sumenep, wingi rame goro -- goro bensin mundak. Wingenane, ugo rame goro -- goro Dollar mundak tapi untunge rego sego pecel ngarep perumahanku "gurung mundak". Jare Yu Jum, bakule pecel. Bagaimanapun posisi dollar di JIDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) gak bakal ngaruh karo regoe pecel (Keduwuren Yu omonganmu...). Mergo kulupanku hasil ngramban dewe, ndek pekarangan mburi omah. Sarapan pecel memang sarapan yang sehat, karena mengandung karbohidrat, protein, dan serat. Kolesterolpun juga dapat nek minyak goreng nggo nggoreng peyek e tok ombe... hahahaha... Mungkin menjelang Pilpres tahun depan ini kita dituntut untuk kembali hidup prihatin..
Yu Jum salah satu emak - emak yang berdaya, dia memiliki usaha dikala kondisi seperti saat ini. Berbeda halnya dengan emak -- emak yang seumuran Yu Jum, tapi kurang sedikit beruntung. Mereka bingung mau membantu perekonomian keluarga,namun dengan cara apa. Ada yang jadi pencuci baju, ngajar TPA, ngasuh anak tetangga, ada pula yang jadi pengumpul sampah. Disisi lain, ada emak -- emak yang sangat kaya.Â
Mereka nggak perlu kerja karena ibaratnya uang sudah bekerja untuk mereka. Usaha mereka besar, menggurita dan tabunganya sangat banyak. Disinilah terjadinya ketimpangan. Dalam ilmu ekonomi, kita mengenalnya dengan istilah Gini Ratio. Sebuah ukuran yang digunakan para pakar ekonomi untuk menghitung sebuah ketimpangan dengan menggunakan kurva lorenz.
Bagaimana ketimpangan sosial di Surabaya? Sampean delok dewe ae Cak,,, daerah Citraland dan Pakuwon,pean bandingkan dengan daerah Sidotopo opo Kali kedinding. Hahahaha... Njemplang?
Ya memang masalah ketimpangan akan selalu muncul bagi negara berkembang, cuman bagaimana cara kita untuk mengontrolnya saja. Supaya tidak terjadi chaos dan iri dengki diantara masyarakat, karena kita tidak mau kejadian krisis ekonomi di tahun 1998 terjadi lagi (iku mbien aku jek umur 8 tahun) kelingan urip soro banget, ndog pitik 1 dibagi 4 karo Ibukku... wkwkwkwkwk katek kadang dicampur terigu ben rodok gedhe.
Dalam Ilmu ekonomi kita mengenal Produsen, Distributor dan Konsumen. Produsen memproduksi barang, jelas dekne oleh bathi. Distributor jelas dekne oleh bathi soko makelar rego. Lha nek konsumen terus pie? Isone mung tuku tok, dekne nggak oleh bathi/ untung. Namanya aja konsumen/ konsumsi/ yang bagian beli dan kehilangan uangnya untuk ditukar dengan barang. Emak -- emak dicerita awal tadi sebagian besar adalah konsumen, karena mereka tidak memproduksi barang ataupun makelarin barang. Karena memang nggak mampu baik secara pendidikan maupun modal. Berbeda halnya dengan mereka yang berpendidikan dan terlahir dari keluarga yang punya, mau bikin usaha apa saja beres dan kemungkinan besar akan sukses.
Kondisi yang seperti saat ini, perlulah kita pelajari lagi sejarah ketika negeri ini pertama kali dibangun oleh para founding fathers. Mereka memilih untuk menancapkan prinsip -- prinsip kehidupan ekonomi yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat dengan prinsip keadilan sosial. Mereka tidak mengadopsi model kapitalis bergaya amerika ataupun etatis bergaya soviet, berharap kelak dengan kemandirian bisa mengantarkan kita pada jembatan menuju Indonesia yang adil dan makmur. Cita -- cita mulia ini harus kita pegang teguh, harus cari cara supaya masyarakat kita nggak hidup terlalu sulit.
Jadi apa yang dicetuskan Moh Hatta, kemudian dipoles oleh Pak Emil Salim, Prof. Mubyarto, Revrisond Baswir, Sri Edi Wasono, Dawam Rahardjo dll. Mengenai semangat ekonomi kerakyatan memang harus dibangun. Karena dengan ekonomi kerakyatan tersebut, keadilan akan terwujud, untung tidak pada orang -- seorang namun dapat dinikmati bersama. Tidak ada permainan harga antara petani dengan distributor dsb. So, bagaimana membangun sebuah ekonomi kerakyatan yang masif dan berdampak besar? Ya caranya adalah kita harus membuat usaha. Yang dikelola secara bersama -- sama oleh masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh tokoh -- tokoh ekonomi kerakyatan tadi dalam buku - bukunya.
Kemarin ketika pertemuan Ta'mir musholla, kami rembugan dengan beberapa tokoh perumahan. Bagaimana kalau kita membuat sebuah badan usaha, dimana badan usaha tersebut beranggotakan seluruh anggota RT perumahan. Jadi kita membuat semacam "Neighborhood Business" yang didalamnya menyuplai segala kebutuhan rumah tangga utamanya sembako dan kebutuhan daily life rumah tangga lainya. Kebutuhan -- kebutuhan setiap keluarga nantinya akan didata tiap bulan, barang -- barang apa saja yang diperlukan tiap bulan dan nanti akan dibentuk server yang tugasnya untuk menghimpun data -- data kebutuhan tiap -- tiap rumah tangga tersebut. Jadi dalam hal ini, bisnis ini harus disetujui oleh seluruh anggota RT. Karena tiap keluarga itu pasti memerlukan sembako dan kebutuhan daily life rumah tangga lainya.
Contoh gampangnya begini :
RT 1 jumlah Kepala keluarga 100 orang. Keluarga Pak Anton pada bulan Januari akan membeli beras 15 Kg, Keluarga Pak Budi membeli beras 20 Kg, Keluarga Pak Charlie membeli beras 50 Kg, ini di data hingga Keluarga Pak Zainal. Dari data tersebut nantinya akan dijumlah dan diketahui kebutuhan beras RT 1 semisal 100 Kwintal. Nanti RT 2 mungkin 150 Kwintal. Hingga dijumlah per RW totalnya 2 ton. Dengan mengetahui kebutuhan per RW tersebut. Pengurus "Neighborhood Business" akan membeli beras langsung ke Petani atau melalui Bulog yang nantinya akan dijual kembali sesuai dengan pesanan tiap -- tiap kepala keluarga.Â